Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2019

A Fairytale Love (Bagian Kedua)

Di tengah langit Ciburuy yang mendung, dingin menyelimuti sebagian Bandung Barat. Rumah ekstra luas beraksen jadul dengan taman indah di belakangnya. Pot bunga menggantung dan rumput hijau sejauh mata memandang. "Jadi, gimana ceritanya teh?"  Belum beristirahat sejak perjalanan setengah hari Jogja-Bandung, pertanyaan itu terlontar begitu saja. Seperti biasa, sesosok perempuan dengan raut wajah menyenangkan itu tersenyum sebelum menjawab. "Wah, mulai diinterogasi nih.." Balasnya. "Jelass dong. Kan jauh-jauh cuma pengen tau ceritanya..hehe.."  "Yaudah, sok atuh tanya.."  Teteh memang begitu. Hampir selalu mengulum senyum setiap kali melakukan percakapan. Kakak sepupu paling besar itu bisa dibilang yang paling enak diajak ngobrol. Soalnya sepupu-sepupu yang lain masih pada kecil-kecil, jadi gak bakal nyambung deh. Kecuali kalau main lah iya, baru nyambung. "Kapan mulai kenal si doi?"  "5 tahun yang lalu. Dtulu kan ada kepanitiaan rama

Kisah Cinta Si Bunga Desa

Semakin hari, definisi cinta semakin hilang tanpa disadari. Kesuciannya yang pergi entah ke mana, beralih kepada semua hal yang penuh cela. Namanya Sekar, anak pertama dari enam bersaudara. Sekar lahir dari keluarga sederhana di pelosok Desa. Meski begitu, Ibu Sekar adalah sosok yang stylish, selalu ingin agar Sekar tampil rapi, bersih, dan wangi. Sejak kecil, Sekar sudah menjadi seorang gadis yang paling menonjol di antara teman-temannya. Selain karena parasnya yang ayu, dia juga anak yang rajin & ramah kepada siapa saja. Setiap ada tetangga yang punya gawe (hajat), Sekar selalu ikut membantu. Sekar tumbuh menjadi bunga yang bermekaran indah di desanya. Tidak sedikit teman laki-laki Sekar yang suka pada dirinya. Namun ada satu hal yang menghalangi mereka untuk berterus terang, yaitu kecemerlangannya dalam dunia pendidikan. Sekar juga anak yang pintar, selalu mendapat ranking di kelasnya. Bahkan setelah bersaing ketat, Sekar berhasil diterima di SMA yang paling mentereng di Kabupat

Narasi Juang (Bagian II) : "Memaknai Tempat Kembali"

                                                                                                                            Jika organisasi hanya dipergunakan untuk mencari pengalaman, maka semua orang bisa melakukannya. Jika organisasi hanya untuk kepentingan mencari tahta, maka semua orang juga bisa melakukannya. Saya yakin, pilihan apapun yang pada akhirnya jatuh ke pundak kita, menjadi amanah yang nantinya akan dipertanggung jawabkan, bukan tanpa alasan. Melanjutkan tulisan kemarin, ketika sayap-sayap sudah mulai dapat mengangkasa kembali, saya mendapatkan tantangan selanjutnya. Terpilih menjadi wakil ketua di sebuah organisasi yang jadi ujung tombak mahasiswa di tingkat fakultas! Pekerjaan rumah kami tidak mudah, bagaimana cara agar orang-orang bisa nyaman berada di rumah mereka sendiri, bagaimana cara agar mereka dapat kembali, tidak sibuk di luar, atau minimal mau menengok rumahnya barang sebentar. Saat itu memang sedang ramai-ramainya organisasi eksternal   yang ber

Narasi Juang (Bagian I) : "Sayap-Sayap Elang Patah."

Ngapain kuliah? Buang-buang waktu saja.” Kalimat ini terus terbayang hingga pundak dibebankan satu amanah yang berat. ‘Menjadi ketua sebuah organisasi tingkat universitas!’ Baru beberapa semester masuk. Belum tahu apa-apa. Masih buta tentang leadership dam manajemen organisasi. Tapi sudah harus memegang kendali penuh & diberi ekspektasi. Hasilnya ? Sudah dapat ditebak. Tahun-tahun sulit merambah masuk ke kehidupan kampus. Kuliah terbengkalai, tugas dikerjakan waktu deadline semua, organisasi berjalan patah-patah dengan beragam dinamika. Umur organisasi yang baru seumur jagung & ketiadaan mentor membuat saya kebingungan dalam membawanya. Belum lagi loyalitas & integritas anggota yang sangat kurang semakin memperburuk keadaan. Jangan tanya berapa kali merasa kecewa, sakit hati, hingga stres berkepanjangan. Terlalu banyak pengalaman pahit plus getir di sana. Saya yang bela-bela in menerobos panas untuk menghadiri rapat (yang ternyata tidak ada satupun yang dat

Untukmu Yang Sedang Berjuang

Malam menyapa Sumbawa untuk kesekian kalinya. Seperti biasa, malam dan jalan Sumbawa adalah dua alasan yang cukup untuk memacu motor di atas 80 km/jam. Namun, niat itu seketika diurungkan karena angin yang seperti menusuk hingga tulang.  Musim kemarau kali ini entah kenapa begitu terasa dingin. Siang yang begitu berkontradiksi dengan datangnya malam yang sangat dingin. Pengaruh angin muson atau apalah, yang pasti di beberapa daerah mengalami kejadian yang sama. Bahkan sampai minus berapa derajat.  Cuaca seperti ini mengingatkan pada rumah. Terletak persis di kaki gunung, Temanggung adalah kuatota yang selalu diselimuti kabut tipis setiap paginya, sedikit sekali disapa matahari, sekaligus juga memiliki air es yang membuat siapapun enggan  untuk mandi pagi.  Hampir setiap pagi, ketika mata masih berusaha menahan kantuk, Bapak sudah siap dengan jaket tebalnya. Jarak tempat kerjanya yang lumayan jauh (satu jam perjalanan) membuatnya harus bersiap-siap sesaat setelah sholat su

Seatap Serumah Sebulan

Tepat satu tahun kurang satu bulan yang lalu. Langkah menjejak di salah satu kewajiban sebelum masa berkuliah paripurna. Kuliah Kerja Nyata (KKN). Menuruti Tri Darma Perguruan Tinggi yang sudah hafal di luar kepala sejak pertama kali masuk. Definisinya sudah tidak perlu dijelaskan lagi. Kita lebih ingin melihat kehidupan pra, selama, dan pasca KKN nya yang begitu bervariasi. Tulisan ini juga sekaligus mengandung pesan yang semoga berguna untuk menjalani kehidupan satu bulan ke depan.  Masa-masa Penuh Dinamika KKN berarti pertemuan antar berbagai macam latar belakang yang berbeda. Sejatinya bukan hanya sekedar pertemuan, karena selama berkuliah pun juga sudah bertemu. KKN  lebih dari itu. Hidup seatap serumah bersama dalam jangka waktu satu bulan (atau lebih). Melakukan segala aktivitas bersama, makan bersama, sedih atau senang bersama. Semua hal akan dilalui bersama. Jika dalam kesendirian kita saja sudah begitu banyak masalah. Apalagi jika melibatkan banyak orang? Mungkin t

Menyapu Pahala

Hari itu Masjid Kauman ramai sekali. Tidak hanya memenuhi masjid sampai pelataran sebagaimana sholat jumat. Jamaah benar-benar membludak bahkan sampai halaman yang luasnya hampir sebesar lapangan sepak bola. Keramaian yang menentramkan. Ibu-ibu menggendong anaknya yang berbusana muslimah sempurna, remaja-reaja berjalan syahdu saling bercanda tawa, bapak-bapak yang beradu temu saling berpelukan. Tidak ada gesekan, tidak ada teriakan-teriakan seperti di pasar, tidak ada kata-kata makian yang keluar. Semuanya berjalan begitu harmonis. Apa sesungguhnya makna beribadah? Apa artinya berislam dalam hidup ini? Apakah harus belajar di pesantren, lalu melanjutkan ke perguruan tinggi di Timur Tengah sana, lantas pulang-pulang jadi ustadz? Mengisi kajian, menjadi imam, melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur'an? Apakah harus masuk organisasi A? Mengikuti setiap pergerakannya? Mentaati segala perintah dan kebijakan yang ada di dalamnya? Pertanyaan-pertanyaan di atas begitu mengusik hati. Fak

Berjalan Di Antara Dua Pilihan

"Kapan sidang kamu?" Jika dihitung, pertanyaan itu muncul sudah seperti anjuran dokter untuk minum obat. Tiga kali sehari. Setiap menghadiri sidang orang, setiap bertemu saudara senasib sepenanggungan (sama-sama mahasiswa tingkat akhir), hampir selalu kalimat itu yang keluar. Tidak salah sih, justru memotivasi sekaligus juga jadi cambuk agar terus berada di zona ikhtiar untuk mencapai ke sana. Akhir-akhir ini tekanan begitu hebat. Teman yang jauh sekali jaraknya (karena saya termasuk asabiqunal awalun yang seminar proposal skripsi), sudah pada sidang terlebih dahulu. Tentu ada perasaan lega dan senang melihat mereka yang begitu bahagia keluar dari kelas sehabis dibantai habis-habisan oleh penguji. Namun tak dapat dipungkiri, di hati yang paling dalam terdapat rasa jengkel terhadap diri sendiri.  "Masak kalah sih sama mereka! Kamu loh seminar proposal duluan! Ayolah, don't waste your time!." Semua orang pasti ada masanya. Thats right!. Lagipula siap

Perhatian Tanpa Kepastian

"Laki-laki itu jangan suka memberi harapan palsu. Kasian wanitanya. Gak ada satupun wanita di dunia ini yang suka digantungin. Mereka hanya butuh kepastian. Itu saja." Sebuah statment yang klise terdengar. Tentu saja. Baik laki-laki maupun wanita tidak ada yang mau disalahkan soal itu. Jikapun berdebat juga diprediksi tidak mungkin ada habis-habisnya. Pihak laki-laki merasa bahwa dia hanya berbuat kebaikan. Memberi perhatian, memberi hadiah, ataupun perbuatan-perbuatan menyenangkan lainnya. Mereka merasa tidak menggantungkan harapan, lalu menyalahkan wanita karena terlalu baper dalam bersikap. Pihak wanita juga nggak mau kalah. Tetap ngotot dengan argumennya sendiri. Mereka menjelaskan bahwa wanita itu berbeda. Punya hati yang lembut dan mudah tersentuh. Sekali diberi bisa membalasnya dengan berkali-kali lebih banyak. Sekali diberi perhatian bisa sampai tujuh hari tidak melupakan. Mereka merasa jika tidak mau mendekati yasudah, tidak perlu berpanjang lebar dalam membe

'Nyicil' Mahar

Pernah diberi hadiah oleh seseorang? Apa yang dirasakan? Biasa saja? Atau berbunga-bunga? Bagaimana jika diberi berulang kali? Bahkan jika dikalkulasi totalnya tidak sedikit? Benarkah si pemberi itu memang berniat memberi? Atau ada hal 'terselubung' di balik itu semua? Meneruskan tulisan yang kemarin, masih dengan tema yang sama. Yaitu masih seputar permasalahan delapan belas tahun ke atas. "Kok temanya itu mulu sih? Wafiq udah siap nikah ya?" Tanya Netijen. Enggak. Biar saya luruskan, saya selalu menulis berdasarkan keresahan yang dialami. Dan di umur segini, di tengah lingkungan yang punya umur sama, masalah ini selalu jadi trending topik. Itulah alasan kenapa saya mengangkatnya. Ya ibarat kata, nggak mungkin dong kita memberi informasi tentang rumus phytagoras ke anak TK. Nggak nyambung dan nggak bakal dimengerti. Oke, kita lanjutkan ya. Maaf karena  intronya yang kepanjangan. Hehe. Proses memberi dan menerima tidak bisa dilepaskan dari pertemanan. Bahkan Ra

Istri Idaman

Pernah gak sih mengharapkan kriteria pasangan yang akan mendampingi sisa umurmu kelak? Yang putih bersih wajahnya, tinggi semampai, minimal hafal surat ini itu, bisa masak seenak masakan mama di rumah, hidungnya mancung, kalau senyum ada lesung pipitnya, harus satu suku, gak mudah marah, lembut lagi penyayang, dan lain sebagainya. Istri yang kita idam-idamkan. Dan sepanjang waktu kita mencari cara agar bisa mendapatkan wanitia dengan kriteria seperti itu. Sebagai seorang manusia, apalagi cowok (gak perlu munafik lah ya, hehe). Fisik adalah nomor satu. Apapun alasannya, karena itu yang dilihat pertama kali oleh mata jadi secara otomatis perasaan 'tertarik' itu hadir. Ini gambaran cowok secara umum ya, jika kamu bukan termasuk yang disebutkan di atas ya nggak ada masalah. Perjalanan mencari ini lebih seringnya menemukan kebuntuan. Karena yang dicari susah ditemukan sosoknya di kehidupan yang sesungguhnya. Terlalu sempurna untuk ukuran wanita. Bisa jadi hanya ada di dalam diri

Berteman Tanpa Rasa

Kehidupan sosial menuntut untuk saling berinteraksi dengan orang lain. Apalagi di lingkungan heterogen seperti kampus, harus siap dengan segala perbedaan-perbedaan multikultural atau lintas budaya. Tak perlu jauh-jauh, antar lawan jenis saja masalahnya sudah begitu kompleks dan bisa sangat bervariasi. Semua orang boleh berteman dengan siapa saja. Tak ada yang boleh membatasi siapa berteman dengan siapa. Masalah muncul ketika salah satu atau keduanya memiliki perasaan 'lebih' atau 'khusus'. Tak perlu membahas cinta, mungkin bisa dibilang gejala awal darinya. Karena rata-rata mereka tidak akan mau mengaku jika sedang 'jatuh cinta'.  Komunikasi begitu intens, ada perhatian lebih, rasa saling membutuhkan, ingin selalu bertemu, dan hal-hal lain sebagainya. Seperti dikatakan di awal, bukan saling mencintai. Tapi perbuatannya sudah mencapai definisi itu.  Tidak salah memang. Lagipula siapa yang boleh menyalahkan perasaan jika kita sendiripun juga mengalami hal yang s

Memulai Peradaban Baru

"Jika kamu ingin sukses seperti saya, maka mulailah dengan merapikan tempat tidurmu."  Kata seorang jendral tentara angkatan laut di Amerika. Hadirin tertawa, entah karena lucu atau menganggap kalimat tadi hanyalah sebuah gurauan. Bagaimana pun penjelasan yang benar, sebuah hal yang sederhana dan diremehkan selalu punya dampak besar. 'Merapikan tidur' dalam kehidupan mungkin bisa diartikan sebagai upaya paling dasar dalam berubah. Melakukan sesuatu yang tidak pernah dilakukan sebelumnya, keluar dari kebiasaan-kebiasaan yang sering dilakukan. Satu minggu terakhir diisi dengan kesibukan pindah kontrakan. Kedengerannya simpel dan akan cepat selesai. Ternyata tidak. Mengeluarkan barang di kontrakan butuh waktu yang lama. Banyak sekali tumpukan barang 14 orang selama 2 tahun terakhir. Bahkan perlu tiga kali bolak-balik naik pick up baru bisa mengangkut semuanya. Belum lagi membersihkan ruangann yang sampahnya bejibun.  Apakah kontrakan baru yang ditempati lebih b

Menyambung Yang Terputus

Hidup adalah kumpulan kegagalan-kegagalan yang saling berkaitan. Ketika kecil, entah sudah berapa kali terjatuh saat melatih kaki untuk berjalan. Tapi tidak menyurutkan niatnya untuk terus berusaha, sehingga berakhir dengan langkah terhuyung namun berhasil, disambut gegap gempita oleh senyuman ayah bunda. Berawal dari situ hakikat kegagalan dipelajari pertama kali. Namun sayangnya semakin beranjak dewasa diri kehilangan motivasi, menganggap kegagalan adalah akhir dari dunia, cepat menyerah, mudah mengakhiri ketika baru sebentar melangkah. Hal itu terjadi di setiap remaja yang beranjak dewasa. Berlomba-lomba dalam mencoba tapi juga sama-sama tak mau lagi mencoba ketika ditimpa ketidakberhasilan. Saya tidak luput dari momen-momen itu. Seolah jadi keharusan bagi kita untuk cepat berpangku tangan, sehingga bisa mencoba hal-hal baru lainnya. Masalah yang saya alami berkaitan dengan organisasi dan membangun jaringan. Hampir sepanjang waktu selalu merasa inferior dengan cara saya d

Saya Benci Politik

Ada kalimat menarik yang tidak sengaja saya dengar akhir-akhir ini.. "Kok zaman sekarang serba aneh ya. Apa-apa jadi rame, apa-apa dikomentarin. Perasaan dulu gak gini deh.." Jika dibandingkan dengan beberapa tahun silam. Rasa-rasanya dunia internet memang belum seramai sekarang. Orang masih jarang berselancar di dunia maya. Belum banyak yang bermain twitter, facebook, apalagi instagram. Arus globalisasi, internet yang semakin menguat, pengguna media sosial yang semakin menggeliat berdampak lurus pada satu kebiasaan yang mengakar kuat dalam diri penduduk Indonesia dewasa ini, khususnya netizen Indonesia, yaitu "Budaya Berkomentar". Belum hilang di ingatan saya ketika ada salah satu teman yang menjadi pendamping (biasa dikenal sebagai LO) di sebuah acara internasional di mana pesertanya berasal dari seluruh negara Asia Tenggara. " Orang Indonesia itu paling bawel, kerjaannya kritik sama ngasih saran mulu. Makanannya kurang lah, acaranya gak seru lah. Padaha

Melawan Kemustahilan III : Berjodoh dengan Takdir

Allah seperti membiarkan kami untuk terus berdoa dan berikhtiar, kemudian baru membuka kran berisi kemudahan dan kelancaran rezeki. Satu per satu bantuan berdatangan setelah itu. Mulai dari donasi berupa pakaian muslimah, hijab, mukena, hingga berupa dana. Artis sudah didapatkan, tiket berangkat untuk dua orang juga sudah dipesan. Saya akhirnya bisa bersantai karena hampir semua masalah selesai. Tinggal memastikan progress selanjutnya berjalan lancar. Di hari yang dinanti-nanti, masalah kembali muncul. Tiket untuk kepulangan sudah habis! Saya mengecek beberapa kali di traveloka, juga aplikasi tiket yang lain hasilnya sama-sama nihil! Sebagai informasi, kami memang sengaja mengakhirkan pembelian tiket pulang karena dananya belum mencukupi. Begitu dana sudah didapat ternyata terlambat. Tiket habis, bagaimana lah ini?? Tanpa diperintahkan lagi saya bersegera menuju bandara, kencang saya pacu motor berharap semoga masih ada tiket terisa. Jika tidak ada matilah kami. Sementara si arti