Langsung ke konten utama

Istri Idaman


Pernah gak sih mengharapkan kriteria pasangan yang akan mendampingi sisa umurmu kelak?

Yang putih bersih wajahnya, tinggi semampai, minimal hafal surat ini itu, bisa masak seenak masakan mama di rumah, hidungnya mancung, kalau senyum ada lesung pipitnya, harus satu suku, gak mudah marah, lembut lagi penyayang, dan lain sebagainya.

Istri yang kita idam-idamkan. Dan sepanjang waktu kita mencari cara agar bisa mendapatkan wanitia dengan kriteria seperti itu. Sebagai seorang manusia, apalagi cowok (gak perlu munafik lah ya, hehe). Fisik adalah nomor satu. Apapun alasannya, karena itu yang dilihat pertama kali oleh mata jadi secara otomatis perasaan 'tertarik' itu hadir. Ini gambaran cowok secara umum ya, jika kamu bukan termasuk yang disebutkan di atas ya nggak ada masalah.

Perjalanan mencari ini lebih seringnya menemukan kebuntuan. Karena yang dicari susah ditemukan sosoknya di kehidupan yang sesungguhnya. Terlalu sempurna untuk ukuran wanita. Bisa jadi hanya ada di dalam diri tokoh fiksi yang tersebar di film-film dan drama layar kaca.

Ujung-ujungnya, jarang ada yang mendapatkan apa yang sebelumnya diinginkan.

Apakah itu berarti lebih buruk dan di luar ekspektasi? Tidak juga.

Yang akhirnya didapatkan justru lebih cantik, lebih baik, dan lebih pas untuk kita. Memang tidak sesuai, karena yang lebih cocok untuk kita ya seperti itu.

Jika sudah seperti ini, anekdot "Jodoh adalah cerminan diri" bisa jadi benar adanya. Bukan berati setiap kita mencapai satu tangga kesuksesan terus berpikir "Harus dapet cewek yang sesuai sama pencapaianku nih".

Minimal, anekdot itu diyakini sebagai upaya mengejar impian, atau juga menjadi pelarian untuk meningkatkan kapasitas diri. Kan keren tuh, setiap kita berangan-angan tentang seperti apa jodoh kita nanti, timbul semangat membara untuk memperjuangkan apa yang kita inginkan.

Bukan malah sibuk mencari yang seperti itu, mungkin sampai kiamat bisa bisa tidak bakal ketemu. Kalau pun bertemu, maka pertanyaan yang menusuk akan muncul.

"Siapa elu? Kok berani-beraninya deketin? Emang udah punya apa?

Karena yang kita inginkan tentu yang terbaik dan yang paling 'wah'. Maka berhentilah berpikir bahwa kamu tidak pantas bersanding dengannya. Tapi, sibukkan dirimu melakukan hal-hal positif, memperjuangkan apa yang diyakini. Biar pelan-pelan bisa memantaskan diri. Atau minimal melebihi apa yang kamu ekspektasikan sebelumnya. Jika hal itu terjadi, tentu pertanyaan menusuk di atas tadi jadi bisa  berbalik.

"Siapa sih yang bisa nolak orang sekeren dan sesempurna kamu. Udah punya ini-itu, hanya cewek bodoh di dunia ini yang bakalan nolak.."

Nah, kalau udah begitu. Asik banget kan :v

Sekian. Semoga bermanfaat.

Tetap rendah hati. Keep Stay positive..!! :))

Adioss..!!!


(Tulisan ini dibuat bukan karena penulis sudah menikah, atau paling paham masalah itu. Buat reminder aja. Dan upaya menghibur diri di tengah kesendirian..)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Untukmu Yang Sedang Berjuang

Malam menyapa Sumbawa untuk kesekian kalinya. Seperti biasa, malam dan jalan Sumbawa adalah dua alasan yang cukup untuk memacu motor di atas 80 km/jam. Namun, niat itu seketika diurungkan karena angin yang seperti menusuk hingga tulang.  Musim kemarau kali ini entah kenapa begitu terasa dingin. Siang yang begitu berkontradiksi dengan datangnya malam yang sangat dingin. Pengaruh angin muson atau apalah, yang pasti di beberapa daerah mengalami kejadian yang sama. Bahkan sampai minus berapa derajat.  Cuaca seperti ini mengingatkan pada rumah. Terletak persis di kaki gunung, Temanggung adalah kuatota yang selalu diselimuti kabut tipis setiap paginya, sedikit sekali disapa matahari, sekaligus juga memiliki air es yang membuat siapapun enggan  untuk mandi pagi.  Hampir setiap pagi, ketika mata masih berusaha menahan kantuk, Bapak sudah siap dengan jaket tebalnya. Jarak tempat kerjanya yang lumayan jauh (satu jam perjalanan) membuatnya harus bersiap-siap sesaat setelah sholat su

Narasi Juang (Bagian I) : "Sayap-Sayap Elang Patah."

Ngapain kuliah? Buang-buang waktu saja.” Kalimat ini terus terbayang hingga pundak dibebankan satu amanah yang berat. ‘Menjadi ketua sebuah organisasi tingkat universitas!’ Baru beberapa semester masuk. Belum tahu apa-apa. Masih buta tentang leadership dam manajemen organisasi. Tapi sudah harus memegang kendali penuh & diberi ekspektasi. Hasilnya ? Sudah dapat ditebak. Tahun-tahun sulit merambah masuk ke kehidupan kampus. Kuliah terbengkalai, tugas dikerjakan waktu deadline semua, organisasi berjalan patah-patah dengan beragam dinamika. Umur organisasi yang baru seumur jagung & ketiadaan mentor membuat saya kebingungan dalam membawanya. Belum lagi loyalitas & integritas anggota yang sangat kurang semakin memperburuk keadaan. Jangan tanya berapa kali merasa kecewa, sakit hati, hingga stres berkepanjangan. Terlalu banyak pengalaman pahit plus getir di sana. Saya yang bela-bela in menerobos panas untuk menghadiri rapat (yang ternyata tidak ada satupun yang dat

Menyapu Pahala

Hari itu Masjid Kauman ramai sekali. Tidak hanya memenuhi masjid sampai pelataran sebagaimana sholat jumat. Jamaah benar-benar membludak bahkan sampai halaman yang luasnya hampir sebesar lapangan sepak bola. Keramaian yang menentramkan. Ibu-ibu menggendong anaknya yang berbusana muslimah sempurna, remaja-reaja berjalan syahdu saling bercanda tawa, bapak-bapak yang beradu temu saling berpelukan. Tidak ada gesekan, tidak ada teriakan-teriakan seperti di pasar, tidak ada kata-kata makian yang keluar. Semuanya berjalan begitu harmonis. Apa sesungguhnya makna beribadah? Apa artinya berislam dalam hidup ini? Apakah harus belajar di pesantren, lalu melanjutkan ke perguruan tinggi di Timur Tengah sana, lantas pulang-pulang jadi ustadz? Mengisi kajian, menjadi imam, melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur'an? Apakah harus masuk organisasi A? Mengikuti setiap pergerakannya? Mentaati segala perintah dan kebijakan yang ada di dalamnya? Pertanyaan-pertanyaan di atas begitu mengusik hati. Fak