Langsung ke konten utama

Memulai Peradaban Baru

"Jika kamu ingin sukses seperti saya, maka mulailah dengan merapikan tempat tidurmu." 

Kata seorang jendral tentara angkatan laut di Amerika. Hadirin tertawa, entah karena lucu atau menganggap kalimat tadi hanyalah sebuah gurauan. Bagaimana pun penjelasan yang benar, sebuah hal yang sederhana dan diremehkan selalu punya dampak besar. 'Merapikan tidur' dalam kehidupan mungkin bisa diartikan sebagai upaya paling dasar dalam berubah. Melakukan sesuatu yang tidak pernah dilakukan sebelumnya, keluar dari kebiasaan-kebiasaan yang sering dilakukan.

Satu minggu terakhir diisi dengan kesibukan pindah kontrakan. Kedengerannya simpel dan akan cepat selesai. Ternyata tidak. Mengeluarkan barang di kontrakan butuh waktu yang lama. Banyak sekali tumpukan barang 14 orang selama 2 tahun terakhir. Bahkan perlu tiga kali bolak-balik naik pick up baru bisa mengangkut semuanya. Belum lagi membersihkan ruangann yang sampahnya bejibun. 

Apakah kontrakan baru yang ditempati lebih baik? lebih mahal? lebih nyaman? Jawabannya satu. Sama sekali tidak. Kontrakan baru kami justru lebih murah dan tidak terlihat 'bisa dipakai'. Bayangkan saja, dari luar seperti rumah horor, dengan pohon mangga besar dan kayu penyangga atap yang sudah rapuh. 

Menyedihkan, tapi semenjak kami datang perlahan-lahan kesan buruk itu menghilang. Rumput ilalang dibersihkan, daun-daun yang berjatuhan dibuang, lantai dan tembok yang berdebu disapu. Peradaban bernama 'kontrakan baru' dimulai. Mengawal diri di atas kasur yang empuk, udara interior yang segar, dan kamar mandi yang disikat setiap hari tentu merubah semua mood menjadi lebih baik. 

Karena semuanya dimulai dari hal yang paling sederhana, maka menjaga agar suasana awal ketika membuka mata sehabis tidur adalah keniscayaan yang wajib dilakukan.

Ayo rapikan kasur kita :))  

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Untukmu Yang Sedang Berjuang

Malam menyapa Sumbawa untuk kesekian kalinya. Seperti biasa, malam dan jalan Sumbawa adalah dua alasan yang cukup untuk memacu motor di atas 80 km/jam. Namun, niat itu seketika diurungkan karena angin yang seperti menusuk hingga tulang.  Musim kemarau kali ini entah kenapa begitu terasa dingin. Siang yang begitu berkontradiksi dengan datangnya malam yang sangat dingin. Pengaruh angin muson atau apalah, yang pasti di beberapa daerah mengalami kejadian yang sama. Bahkan sampai minus berapa derajat.  Cuaca seperti ini mengingatkan pada rumah. Terletak persis di kaki gunung, Temanggung adalah kuatota yang selalu diselimuti kabut tipis setiap paginya, sedikit sekali disapa matahari, sekaligus juga memiliki air es yang membuat siapapun enggan  untuk mandi pagi.  Hampir setiap pagi, ketika mata masih berusaha menahan kantuk, Bapak sudah siap dengan jaket tebalnya. Jarak tempat kerjanya yang lumayan jauh (satu jam perjalanan) membuatnya harus bersiap-siap sesaat setelah sholat su

Narasi Juang (Bagian I) : "Sayap-Sayap Elang Patah."

Ngapain kuliah? Buang-buang waktu saja.” Kalimat ini terus terbayang hingga pundak dibebankan satu amanah yang berat. ‘Menjadi ketua sebuah organisasi tingkat universitas!’ Baru beberapa semester masuk. Belum tahu apa-apa. Masih buta tentang leadership dam manajemen organisasi. Tapi sudah harus memegang kendali penuh & diberi ekspektasi. Hasilnya ? Sudah dapat ditebak. Tahun-tahun sulit merambah masuk ke kehidupan kampus. Kuliah terbengkalai, tugas dikerjakan waktu deadline semua, organisasi berjalan patah-patah dengan beragam dinamika. Umur organisasi yang baru seumur jagung & ketiadaan mentor membuat saya kebingungan dalam membawanya. Belum lagi loyalitas & integritas anggota yang sangat kurang semakin memperburuk keadaan. Jangan tanya berapa kali merasa kecewa, sakit hati, hingga stres berkepanjangan. Terlalu banyak pengalaman pahit plus getir di sana. Saya yang bela-bela in menerobos panas untuk menghadiri rapat (yang ternyata tidak ada satupun yang dat

Menyapu Pahala

Hari itu Masjid Kauman ramai sekali. Tidak hanya memenuhi masjid sampai pelataran sebagaimana sholat jumat. Jamaah benar-benar membludak bahkan sampai halaman yang luasnya hampir sebesar lapangan sepak bola. Keramaian yang menentramkan. Ibu-ibu menggendong anaknya yang berbusana muslimah sempurna, remaja-reaja berjalan syahdu saling bercanda tawa, bapak-bapak yang beradu temu saling berpelukan. Tidak ada gesekan, tidak ada teriakan-teriakan seperti di pasar, tidak ada kata-kata makian yang keluar. Semuanya berjalan begitu harmonis. Apa sesungguhnya makna beribadah? Apa artinya berislam dalam hidup ini? Apakah harus belajar di pesantren, lalu melanjutkan ke perguruan tinggi di Timur Tengah sana, lantas pulang-pulang jadi ustadz? Mengisi kajian, menjadi imam, melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur'an? Apakah harus masuk organisasi A? Mengikuti setiap pergerakannya? Mentaati segala perintah dan kebijakan yang ada di dalamnya? Pertanyaan-pertanyaan di atas begitu mengusik hati. Fak