Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Oktober, 2018

Muslim United : Greget Maksimal..!

Masjid Gedhe Kauman tumpah! Lautan manusia dari berbagai latar belakang memenuhi setiap sudutnya. Ada yang celananya cingkrang, celana jeans, dari yang jenggot tebal sampai yang tipis, berpeci, bersorban, berbatik, ataupun bersarung. Semuanya ada di sini. Masjid yang terletak di jantung Kota Jogja itu tidak besar sebenarnya. Namun memiliki halaman yang cukup luas di timur dan utaranya. Semuanya benar-benar penuh. Tidak ada tempat kosong tersisa. Yang di luar duduk takzim dengan alasnya masing-masing. Bahkan banyak  juga yang berdiri karena tidak kebagian tempat duduk, padahal di halamannya! Ada acara apa? Konser musik? Tentu saja bukan. Kampanye politik? Apalagi, bukan juga Mereka disatukan oleh Allah di tempat itu. Disatukan oleh iman dan rasa persatuan yang tinggi. Bayangkan saja, ada yang jauh-jauh dari luar Jogja, Bekasi, Jawa Timur, Luar Jawa. Mereka tidak dibayar, juga tidak mendapat nasi bungkus gratis. Tapi islam menyatukan mereka. Tapi keinginan untuk bersatu mengikat hati m

Negeri Di Tepi Jurang

Oke, sengaja saya lanjutkan di sini dengan berbagai pertimbangan. Bilang aja biar blognya banyak pengunjung :) Itu juga sih. Hehe. Tapi selain itu, menulis di blog bisa lebih lepas dan bebas. Nggak terbebani dengan space tulisan yang terbatas (di instastory) karena pembahasan kali ini mungkin agak sensitif dan berat. Oke, kita lanjut ya.. Jadi, ceritanya saya mendapat kesempatan magang di Yayasan Lembaga Perlindungan Anak (YLPA) Yogyakarta. YLPA itu bukan milik pemerintah. Tapi dalam kerjanya banyak dibantu KEMENSOS dan pemerintah daerah. Udah cukup terkenal lah. Walaupun di Jogja banyak lembaga semacam ini tapi YLPA selalu jadi yang terdepan dalam menyelesaikan berbagai macam kasus. Hampir setiap bulan ada kasus baru. Baru beberapa hari masuk, saya sudah diminta melakukan pendampingan ABH (Anak Berhadapan Hukum) di salah satu lembaga sosial. ABH itu anak-anak dan remaja yang sedang menunggu proses hukum/persidangan. Hati saya dag-dig-dug ser menunggu. Mereka bukan anak semb

Psikologi Memilih : Siapa Lebih Unggul

Gelaran pemilihan umum mahasiswa Psikologi tinggal menghitung hari lagi . Saya agak kecewa karena tidak bisa membersamai prosesnya dari awal hingga akhir . Namun biar bagaimanapun estafet kepemimpinan harus tetap berlanjut . Tulisan ini bukan ingin menyudutkan siapapun atau mengunggulkan siapapun . Murni pendapat saya pribadi . Semoga dapat membantu :)) Timbulnya Rasa 'Greget ' Jujur, saya bangga sekaligus terharu melihat kondisi mahasiswa Psikologi yang sekarang. Potensi-potensi mereka, keaktifan mereka, semangat mereka untuk aktif dan kontributif. Sungguh, meningkatnya lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya. Saya gregetan, jadi ikut bersemangat. Saya yakin, siapapun yang terpilih, entah itu DPM, BEM, atau Himpunan. Sama-sama dapat menjadikan psikologi lebih unggul lagi ke depannya. Saya merasa, kita terkadang membawa problematika politik in the real life ke dunia politik praktis kita. Ada oposisi yang senantiasa mengkritik serta mengham

Trivia Yogyakarta I : Layak Jadi Kota Pelajar?

"Ada 106 perguruan tinggi di Yogyakarta . Masing - masing terdiri dari universitas , institut , sekolah tinggi , dan lain-lain. Tidak heran kota ini dijuluki sebagai Kota Pelajar karena sudah menjadi destinasi favorit dari para pelajar se-antero nusantara . Mirisnya , dari 1400 kasus 20 % nya adalah kasus kekerasan seksual (Data Statistik YLPA ). Masih layakkah mendapat gelar itu..?" "Kemarin saya dapat kabar, ada seorang mahasiswi asal luar daerah yang melahirkan di puskesmas.." Kata Pak Nyadi mulai bercerita. Saya tercengang, posisinya berati sama seperti saya. Mahasiswa yang kuliah di kampung orang. Pak Nyadi adalah salah satu penanggung jawab layanan sosial di YLPA, tempat saya magang. Beliau hanya lulusan SMA. Tapi pengalaman dan jam terbang jangan ditanya. Beliau langganan jadi relawan NGO Internasional. Seperti UNICEF, juga lembaga pemerintah yang bergerak bidang perempuan dan anak. Beliau sering menjadi trainer di berbagai se

Catatan Kekecewaan

"Jadi, berapa kali hidupmu disetir paksa ke arah kanan? Atau kiri? Atau dibanting ke atas? Ke arah yang tidak kamu inginkan?.." Bumi ini memang serba misterius. Satu detik saja di depan masih menjadi pertanyaan. Bahkan prediksi canggih pun seringkali meleset. Satu detik ke depan. Ada satu orang mati. Satu orang lain kehilangan orang yang ia sayang. Satu orang terjatuh dari lantai empat. Satu orang mendadak miskin. Satu orang catat kakinya tiba-tiba. Bumi ini juga kejam. Baru juga kemarin asyik ngobrol bersama keluarga sambil ngeteh di ruang tengah yang mewah. Besok tanah sudah diguncang dahsyat. Semua anggota jadi korban. Jangankan ruang tengah. Satu rumah itu rata dengan tanah. Tak perlu jauh-jauh. Berangkat dari hal yang sederhana saja. Nah, kebetulan saya  jadi korbannya. Korban dipaksa berganti arah oleh kehidupan. Pertama, adalah tidak ikutnya saya di event internasional. Bukan karena nggak mau, tapi di PHP oleh yang mengajak,  dan sewajarnya orang kebanyakan, saya