Langsung ke konten utama

Catatan Kekecewaan

"Jadi, berapa kali hidupmu disetir paksa ke arah kanan? Atau kiri? Atau dibanting ke atas? Ke arah yang tidak kamu inginkan?.."

Bumi ini memang serba misterius. Satu detik saja di depan masih menjadi pertanyaan. Bahkan prediksi canggih pun seringkali meleset.

Satu detik ke depan. Ada satu orang mati. Satu orang lain kehilangan orang yang ia sayang. Satu orang terjatuh dari lantai empat. Satu orang mendadak miskin. Satu orang catat kakinya tiba-tiba.

Bumi ini juga kejam. Baru juga kemarin asyik ngobrol bersama keluarga sambil ngeteh di ruang tengah yang mewah. Besok tanah sudah diguncang dahsyat. Semua anggota jadi korban. Jangankan ruang tengah. Satu rumah itu rata dengan tanah.

Tak perlu jauh-jauh. Berangkat dari hal yang sederhana saja. Nah, kebetulan saya  jadi korbannya.

Korban dipaksa berganti arah oleh kehidupan.

Pertama, adalah tidak ikutnya saya di event internasional. Bukan karena nggak mau, tapi di PHP oleh yang mengajak,  dan sewajarnya orang kebanyakan, saya ketika itu menjawab. .

'Iya, gak apa-apa. Mungkin belum rezekinya..'

Hal kecil sih. Kan bisa mencari acara-acara lainnya. Tapi, berhubung sangat jarang ada event-event sebesar itu di tempat saya, ditambah lagi ada satu alasan kuat kenapa saya wajib menyesal. Mereka dibayar setiap hari! Kalikan saja dengan rentang waktu lebih dari 14 harian.

Materialis? Ah, tidak juga. Saya memang sedang butuh-butuhnya uang. Biaya skripsi, bayar kontrakan, biaya tiket pulang, dan kebutuhan-kebutuhan mendesak lainnya menumpuk jadi tagihan yang begitu menguras pikiran! Bagaimana mungkin saya melewatkan kesempatan ini dan berkata seolah-olah tidak terjadi apa-apa ??

Kedua, tidak diperbolehkan pulang. Saya sudah menetapkan jadwal kepulangan. Sengaja saya pilih tanggal itu karena mendapat info ada kemudahan akomodasi hingga pulau jawa sana. Tapi saya harus tepat waktu. Tidak boleh di lebih dari tanggal yang ditentukan.

Semua sudah dipersiapkan dengan matang. Tinggal berangkat. Satu hari sebelum keberangkatan. Saya tidak diizinkan pulang! Wajib mengikuti dan membantu acara akreditasi besoknya.

Kecewa pasti. Saya kehilangan satu momen berharga. Tapi karena ini demi kebaikan bersama maka saya lakukan.

Besoknya, kami bersiap-siap. Saya dan satu kawan jadi penanggung jawab untuk mengurus organisasi kemahasiswaan yang ada di sana. Ruangan untuk sekre organisasi sudah didekor empat hari sebelumnya. Dana yang dikeluarkan khusus ini juga tidak sedikit.

Kami dibagi menjadi dua shift untuk menjaga sekre. Pagi dan sore. Tapi sebagai bentuk totalitas saya full seharian di sana. Jaga-jaga juga siapa tahu asesor (tim penilai) datang lebih dulu dari jadwal.

Seharian saya full menunggu. Sampai-sampai nggak berani makan karena takut assesor datang tiba-tiba. Tapi berhubung lapar akhirnya makan dengan tergesa-gesa. Hingga pukul 4 sore saya masih menunggu. Teman-teman saya sudah ingin pulang. Dan, hingga menjelang maghrib assesor belum juga datang. Akhirnya, saya dikabari jika mereka tidak jadi datang karena sudah kelelahan :(

Jangan tanya bagaimana perasaan saya ketika itu. Saya manusia normal, dan sudah sewajarnya akan merasa amat kecewa.

Dua hal itu sudah cukup memberi penjelasan jika bumi tidak menyukai saya. Atau sedang melakukan konspirasi untuk menjatuhkan saya. Hmm. Tampaknya begitu.

Tak berselang lama, banyak hal terjadi. Apakah kekecewaan saya hilang? Tentu  tidak secepat itu. Saya hanya akan menambahkan karena ada pepatah yang tertinggal di belakang..(yang pertama di paling atas dan diberi italic)

"...Apakah Dia tidak adil? Atau kamu sana yang terlalu bodoh dalam mencari mutiara di tengah lautan penuh lumpur??"

Kalimat yang kedua boleh jadi benar. Saya terlalu bodoh karena tidak bisa mencari kebaikan di baliknya. Nyatanya, kekecewaan saya terobati dengan rasa syukur yang datang kemudian.

Berkat semua kejadian menyakitkan di atas. Saya jadi punya kesempatan lagi mengerjakan project dengan kawan-kawan lama. Saya juga dapat tawaran magang di Jogja. Dekat dengan rumah, dapat juga tempat tinggal yang nyaman dan gratis (rumah om yang baru & tidak dipakai), di sana juga bertemu dengan orang-orang hebat. Bu Gamayanti, Ketua Ikatan Psikologi Klinis Indonesia. Dekan Fakultas Hukum Atmajaya, dan psikolog lain yang memiliki segudang pengalaman lainnya.

Jika saya ikut event internasional, mungkin saya melewatkan dapat kesempatan magang di jogja karena berhari hari full harus mengurusi event itu. Belum juga ada yang di luar kota. Dosen saya juga tidak sembarangan menawarkan ke mahasiswanya. Karena saya di kampus terus jadi beruntung mendapatkannya :)

Jika saya pulang duluan. Mungkin saya tidak bisa dapat tempat tinggal di rumah om saya. Karena sebelumnya ada orang yang mengontrak di sana, dan masih ada satu bulan lagi waktunya (akhir oktober baru out dan otomatis saya gak bisa di sana karena itu bulan magang saya). Tapi, begitu saya mengabari om entah kenapa tiba-tiba orang itu keluar lebih dulu dari waktunya. Jadilah saya bisa menempati rumah itu.

See? Sehebat apapun bumi yang 'misterius' itu membuat konspirasi. Kita jangan mau dibodohi, sob. Harus lebih pintar lagi. Membuat konspirasi di atas konspirasi. Agar apa saja yang bumi sudah bumi perbuat, akan selalu terlihat indah dan menyenangkan di mata kita :)

"Jika disetir ke arah yang tidak kamu inginkan. Jangan paksa minta berbalik. Karena itu nggak mungkin terjadi. Tapi, buatlah tempat baru yang kamu tuju itu menjadi menarik sesuai permintaan hatimu."

Bye..! Dari penduduk bumi yang pernah dikecewakan. Tapi punya akselerasi move on khas Lamborghini. Cepat dan elegan :)

Komentar

  1. Aku masih nyari hikmah dari kejadian kejadian kepulanganku sekaligus magang ini.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kamu harus menemukannya. Terus dituliskan. Biar lebih banyak penduduk bumi yang paham :)

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Untukmu Yang Sedang Berjuang

Malam menyapa Sumbawa untuk kesekian kalinya. Seperti biasa, malam dan jalan Sumbawa adalah dua alasan yang cukup untuk memacu motor di atas 80 km/jam. Namun, niat itu seketika diurungkan karena angin yang seperti menusuk hingga tulang.  Musim kemarau kali ini entah kenapa begitu terasa dingin. Siang yang begitu berkontradiksi dengan datangnya malam yang sangat dingin. Pengaruh angin muson atau apalah, yang pasti di beberapa daerah mengalami kejadian yang sama. Bahkan sampai minus berapa derajat.  Cuaca seperti ini mengingatkan pada rumah. Terletak persis di kaki gunung, Temanggung adalah kuatota yang selalu diselimuti kabut tipis setiap paginya, sedikit sekali disapa matahari, sekaligus juga memiliki air es yang membuat siapapun enggan  untuk mandi pagi.  Hampir setiap pagi, ketika mata masih berusaha menahan kantuk, Bapak sudah siap dengan jaket tebalnya. Jarak tempat kerjanya yang lumayan jauh (satu jam perjalanan) membuatnya harus bersiap-siap sesaat setelah sholat su

Narasi Juang (Bagian I) : "Sayap-Sayap Elang Patah."

Ngapain kuliah? Buang-buang waktu saja.” Kalimat ini terus terbayang hingga pundak dibebankan satu amanah yang berat. ‘Menjadi ketua sebuah organisasi tingkat universitas!’ Baru beberapa semester masuk. Belum tahu apa-apa. Masih buta tentang leadership dam manajemen organisasi. Tapi sudah harus memegang kendali penuh & diberi ekspektasi. Hasilnya ? Sudah dapat ditebak. Tahun-tahun sulit merambah masuk ke kehidupan kampus. Kuliah terbengkalai, tugas dikerjakan waktu deadline semua, organisasi berjalan patah-patah dengan beragam dinamika. Umur organisasi yang baru seumur jagung & ketiadaan mentor membuat saya kebingungan dalam membawanya. Belum lagi loyalitas & integritas anggota yang sangat kurang semakin memperburuk keadaan. Jangan tanya berapa kali merasa kecewa, sakit hati, hingga stres berkepanjangan. Terlalu banyak pengalaman pahit plus getir di sana. Saya yang bela-bela in menerobos panas untuk menghadiri rapat (yang ternyata tidak ada satupun yang dat

Menyapu Pahala

Hari itu Masjid Kauman ramai sekali. Tidak hanya memenuhi masjid sampai pelataran sebagaimana sholat jumat. Jamaah benar-benar membludak bahkan sampai halaman yang luasnya hampir sebesar lapangan sepak bola. Keramaian yang menentramkan. Ibu-ibu menggendong anaknya yang berbusana muslimah sempurna, remaja-reaja berjalan syahdu saling bercanda tawa, bapak-bapak yang beradu temu saling berpelukan. Tidak ada gesekan, tidak ada teriakan-teriakan seperti di pasar, tidak ada kata-kata makian yang keluar. Semuanya berjalan begitu harmonis. Apa sesungguhnya makna beribadah? Apa artinya berislam dalam hidup ini? Apakah harus belajar di pesantren, lalu melanjutkan ke perguruan tinggi di Timur Tengah sana, lantas pulang-pulang jadi ustadz? Mengisi kajian, menjadi imam, melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur'an? Apakah harus masuk organisasi A? Mengikuti setiap pergerakannya? Mentaati segala perintah dan kebijakan yang ada di dalamnya? Pertanyaan-pertanyaan di atas begitu mengusik hati. Fak