Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari April, 2019

'Nyicil' Mahar

Pernah diberi hadiah oleh seseorang? Apa yang dirasakan? Biasa saja? Atau berbunga-bunga? Bagaimana jika diberi berulang kali? Bahkan jika dikalkulasi totalnya tidak sedikit? Benarkah si pemberi itu memang berniat memberi? Atau ada hal 'terselubung' di balik itu semua? Meneruskan tulisan yang kemarin, masih dengan tema yang sama. Yaitu masih seputar permasalahan delapan belas tahun ke atas. "Kok temanya itu mulu sih? Wafiq udah siap nikah ya?" Tanya Netijen. Enggak. Biar saya luruskan, saya selalu menulis berdasarkan keresahan yang dialami. Dan di umur segini, di tengah lingkungan yang punya umur sama, masalah ini selalu jadi trending topik. Itulah alasan kenapa saya mengangkatnya. Ya ibarat kata, nggak mungkin dong kita memberi informasi tentang rumus phytagoras ke anak TK. Nggak nyambung dan nggak bakal dimengerti. Oke, kita lanjutkan ya. Maaf karena  intronya yang kepanjangan. Hehe. Proses memberi dan menerima tidak bisa dilepaskan dari pertemanan. Bahkan Ra

Istri Idaman

Pernah gak sih mengharapkan kriteria pasangan yang akan mendampingi sisa umurmu kelak? Yang putih bersih wajahnya, tinggi semampai, minimal hafal surat ini itu, bisa masak seenak masakan mama di rumah, hidungnya mancung, kalau senyum ada lesung pipitnya, harus satu suku, gak mudah marah, lembut lagi penyayang, dan lain sebagainya. Istri yang kita idam-idamkan. Dan sepanjang waktu kita mencari cara agar bisa mendapatkan wanitia dengan kriteria seperti itu. Sebagai seorang manusia, apalagi cowok (gak perlu munafik lah ya, hehe). Fisik adalah nomor satu. Apapun alasannya, karena itu yang dilihat pertama kali oleh mata jadi secara otomatis perasaan 'tertarik' itu hadir. Ini gambaran cowok secara umum ya, jika kamu bukan termasuk yang disebutkan di atas ya nggak ada masalah. Perjalanan mencari ini lebih seringnya menemukan kebuntuan. Karena yang dicari susah ditemukan sosoknya di kehidupan yang sesungguhnya. Terlalu sempurna untuk ukuran wanita. Bisa jadi hanya ada di dalam diri

Berteman Tanpa Rasa

Kehidupan sosial menuntut untuk saling berinteraksi dengan orang lain. Apalagi di lingkungan heterogen seperti kampus, harus siap dengan segala perbedaan-perbedaan multikultural atau lintas budaya. Tak perlu jauh-jauh, antar lawan jenis saja masalahnya sudah begitu kompleks dan bisa sangat bervariasi. Semua orang boleh berteman dengan siapa saja. Tak ada yang boleh membatasi siapa berteman dengan siapa. Masalah muncul ketika salah satu atau keduanya memiliki perasaan 'lebih' atau 'khusus'. Tak perlu membahas cinta, mungkin bisa dibilang gejala awal darinya. Karena rata-rata mereka tidak akan mau mengaku jika sedang 'jatuh cinta'.  Komunikasi begitu intens, ada perhatian lebih, rasa saling membutuhkan, ingin selalu bertemu, dan hal-hal lain sebagainya. Seperti dikatakan di awal, bukan saling mencintai. Tapi perbuatannya sudah mencapai definisi itu.  Tidak salah memang. Lagipula siapa yang boleh menyalahkan perasaan jika kita sendiripun juga mengalami hal yang s

Memulai Peradaban Baru

"Jika kamu ingin sukses seperti saya, maka mulailah dengan merapikan tempat tidurmu."  Kata seorang jendral tentara angkatan laut di Amerika. Hadirin tertawa, entah karena lucu atau menganggap kalimat tadi hanyalah sebuah gurauan. Bagaimana pun penjelasan yang benar, sebuah hal yang sederhana dan diremehkan selalu punya dampak besar. 'Merapikan tidur' dalam kehidupan mungkin bisa diartikan sebagai upaya paling dasar dalam berubah. Melakukan sesuatu yang tidak pernah dilakukan sebelumnya, keluar dari kebiasaan-kebiasaan yang sering dilakukan. Satu minggu terakhir diisi dengan kesibukan pindah kontrakan. Kedengerannya simpel dan akan cepat selesai. Ternyata tidak. Mengeluarkan barang di kontrakan butuh waktu yang lama. Banyak sekali tumpukan barang 14 orang selama 2 tahun terakhir. Bahkan perlu tiga kali bolak-balik naik pick up baru bisa mengangkut semuanya. Belum lagi membersihkan ruangann yang sampahnya bejibun.  Apakah kontrakan baru yang ditempati lebih b

Menyambung Yang Terputus

Hidup adalah kumpulan kegagalan-kegagalan yang saling berkaitan. Ketika kecil, entah sudah berapa kali terjatuh saat melatih kaki untuk berjalan. Tapi tidak menyurutkan niatnya untuk terus berusaha, sehingga berakhir dengan langkah terhuyung namun berhasil, disambut gegap gempita oleh senyuman ayah bunda. Berawal dari situ hakikat kegagalan dipelajari pertama kali. Namun sayangnya semakin beranjak dewasa diri kehilangan motivasi, menganggap kegagalan adalah akhir dari dunia, cepat menyerah, mudah mengakhiri ketika baru sebentar melangkah. Hal itu terjadi di setiap remaja yang beranjak dewasa. Berlomba-lomba dalam mencoba tapi juga sama-sama tak mau lagi mencoba ketika ditimpa ketidakberhasilan. Saya tidak luput dari momen-momen itu. Seolah jadi keharusan bagi kita untuk cepat berpangku tangan, sehingga bisa mencoba hal-hal baru lainnya. Masalah yang saya alami berkaitan dengan organisasi dan membangun jaringan. Hampir sepanjang waktu selalu merasa inferior dengan cara saya d