Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Juni, 2018

Kompleksitas Versi 2.0 : Sunda Versus Betawi

Beberapa hari yang lalu saya mendapat teman diskusi tentang tulisan saya yang judulnya 'Kompleksitas Dua Keluarga'. Pembahasannya begitu seru sampai timbul pikiran untuk melanjutkan kembali tulisan itu. Tentu saja dengan sudut pandang keluarga yang berbeda. Kali ini mengenai blasteran sunda berkolaborasi dengan betawi. Dua keluarga saya sama sama dari Jawa. Jadi masalah yang timbul mungkin agak sedikit ringan jika dilihat dari aspek suku. Nah, bagaimana jika dua suku dengan sifat berbeda bertemu? Mari kita simak bersama. Suku sunda, sebagaimana umumnya, dikenal sebagai orang yang lembut, welas asih (kalo kata orang jawa), dan suka memendam perasaan. Mereka lebih memilih diam daripada berterus terang, jikapun terpaksa jujur maka bahasa yang digunakan juga dipilih dengan baik dan tidak asal. Sebaliknya, suku betawi sangat bersebrangan dengan itu semua. Mereka dikenal suka 'nyablak' (ngomong langsung) tanpa ada tendeng aling-aling. Jika tidak suka ya bilang tidak suka.

Hakikat Kemenangan

Pemilu serentak sudah berlalu satu hari yang lalu, namun atmosfernya diprediksi bakal terus dirasakan hingga satu atau dua minggu ke depan, atau bahkan hingga pilpres berlangsung. Hasil quick count sedikit banyak menggambarkan siapa-siapa saja yang menang. Ada kelegaan hati gara-gara paslon yang didukungnya menang, ada juga kekecewaan yang mendalam akibat kalah dari lawan. Bertahun-tahun berlalu, belum pernah menang mendominasi khususnya di jawa (sebagai basis pemilihan terbesar), kalah dalam putarn pilpres satu periode lalu, namun kenapa masih terus saja berusaha keras? Nggak kapok? Nggak takut kalah lagi? Orang yang berpikir seperti belum memahami prinsipnya. Kewajiban kita hanya berjuang sekuat tenaga, berusaha maksimal sambil diiringi doa, urusan kemenangan biar Allah yang menentukan. Sama seperti menjadi seorang atlet lari, ketika dia berniat jadi juara, dia nggak mikir bagaimana caranya, tapi fokus di latihan, latihan, dan latihan. Biar juara yang akan mendatanginya sendiri.

Kompleksitas Dua Keluarga

Ramadhan sudah lewat sejak lima hari yang lalu. Syawal pun datang dengan segala pesonanya. Sunnah puasa yang dijanjikan satu tahun pahalanya, dan tentu saja, undangan pernikahan. Bulan ini selalu identik dengan nikah. Ada satu teman saya yang akan mengakhiri masa lajangnya beberapa hari yang akan datang. Nggak banyak sih, cuman satu. Hanya saja karena ini at the first time teman seangkatan SMP ada yang nikah (malah udah dibuat pialanya juga :v). Jadi yang lain ikut heboh semua. Oke, tapi kali ini saya nggak akan bahas kehebohan tersebut. Ada hal lain yang nggak kalah menarik untuk dibahas. Yaitu bertemunya 'dua keluarga'. Orang bilang nikah itu enak. Hmm, saya nggak mungkin bisa jawab. Kan belum merasakan. Hehe. Jadi nggak tahu. Tapi begitu pendapat secara umum. Makan ada yang nemenin, lah. Jalan nggak sendiri, lah. Kalau kondangan ada gandengan, lah. Dan lain sebagainya. Jawaban yang klise. Biasanya ini diyakini oleh sebagian besar kaum remaja awal yang punya tingkat ke-lab