Langsung ke konten utama

Menyambung Yang Terputus


Hidup adalah kumpulan kegagalan-kegagalan yang saling berkaitan. Ketika kecil, entah sudah berapa kali terjatuh saat melatih kaki untuk berjalan. Tapi tidak menyurutkan niatnya untuk terus berusaha, sehingga berakhir dengan langkah terhuyung namun berhasil, disambut gegap gempita oleh senyuman ayah bunda.

Berawal dari situ hakikat kegagalan dipelajari pertama kali. Namun sayangnya semakin beranjak dewasa diri kehilangan motivasi, menganggap kegagalan adalah akhir dari dunia, cepat menyerah, mudah mengakhiri ketika baru sebentar melangkah.

Hal itu terjadi di setiap remaja yang beranjak dewasa. Berlomba-lomba dalam mencoba tapi juga sama-sama tak mau lagi mencoba ketika ditimpa ketidakberhasilan. Saya tidak luput dari momen-momen itu. Seolah jadi keharusan bagi kita untuk cepat berpangku tangan, sehingga bisa mencoba hal-hal baru lainnya.

Masalah yang saya alami berkaitan dengan organisasi dan membangun jaringan. Hampir sepanjang waktu selalu merasa inferior dengan cara saya dalam memimpin. Beberapa organisasi yang pernah dipegang sebelumnya rata-rata kurang maksimal. Saya tak bisa memaksa diri untuk bersikap layaknya seorang ekstrover. Yang begitu mudahnya mengajak orang, yang begitu gampangnya mencari bahan pembicaraan, yang begitu simpelnya merencanakan sebuah pertemuan.

Saya tetaplah introvert sejati. Yang terlalu banyak memikirkan sebab-akibat sebelum bertindak, yang susah mendekati seseorang, yang terlampau malu berterus terang agar alur komunikasi berjalan dengan baik.

Saat sedang semangat-semangatnya, semuanya tak jadi masalah. Topeng sebagai ekstovert berhasil saya pakai untuk sementara waktu, khususnya dipakai karena tuntutan tanggung jawab yang mengikat. Saya melakukan apa yang tidak biasa saya lakukan, menembus batas-batas yang sebelumnya sudah dibuat sendiri.

Berhasilkah? Lumayan. Tapi tetap saja tidak begitu maksimal. Masih banyak lubang-lubang yang ditinggalkan, menjadi pekerjaan rumah untuk kepengurusan selanjutnya. Sekali lagi, di situ benar-benar merasa lemah karena ketidakberdayaan dalam memaksa diri untuk menjadi 'orang lain'.

Sampai pada titik balik yang sempurna. Saya kembali menjadi diri saya sendiri. Meninggalkan dunia organisasi karena kecewa dan ketidakberdayaan dalam menghadapi segala problematikanya. Pada itik itu benar-benar kembali ke posisi awal sebelum semuanya dimulai. Benar-benar tanpa sisa.

Selayaknya seseorang yang mengalami pengalaman cukup buruk di masa lalu. 'Memulai kembali' adalah dua kata yang susah untuk dilakukan. Bagaimana jika terjadi lagi? Bagaimana bila terulang? Dikecewakan, ditinggalkan, tidak dihargai, di nomor sekian-kan, dianggap sebelah mata. Semuanya terangkum menjadi mimpi buruk yang berharap untuk tidak ditemui.

Namun, keinginan dalam diri mengalahkan itu semua. Saya punya konsep yang begitu bagus dan terlalu sayang apabila dilewatkan begitu saja. Maka pada akhirnya memberanikan diri untuk memulai. Bagai membuka luka lama, yang walau akan terasa menyakitkan, tetapi tetap harus dibuka lagi agar bisa diobati dan cepat berakhir.

Bayang-bayang akan kejadian masa lalu tentu saja terus menghantui. Apalagi harus mengumpulkan kembali teman-teman 'lama' yang punya kesibukan masing-masing. Kami bukannya tidak dekat, tapi jarangnya berkumpul membuat simpul tali itu sudah terlepas, tak lagi ada rasa saling mengikat, atau perasaan saling menguatkan satu sama lain.

Tak seperti di tempat lain, organisasi ini tidak terlalu mengikat anggotanya. Sebatas perkumpulan alumni yang memang tidak punya program-program kerja khusus yang harus dilakukan. Bisa dikatakan hanya tempat saling bernostalgia karena dulu pernah berada di satu sekolahan yang sama.

Lagi-lagi kehilangan kepercayaan diri di sini. Bagaimana membuat mereka mau mengikuti apa yang menjadi kesepakatan bersama? Apa yang harus dilakukan supaya loyalitas itu timbul tanpa adanya paksaan? Sayangnya track record saya di organisasi sama sekali tidak memunculkan jawaban yang cukup efektif.

Saya hanya berpegang teguh pada satu hal. Bahwa saya punya keinginan besar, akhir-akhir itu saya membayangkan keberhasilan terlaksananya kegiatan. Saya sangat ingin sekali terwujud. Apapun halangannya, harus bisa dituntaskan!

Bismillah, berbekal niat untuk berubah saya mulai merencanakan semuanya dari awal. Mengumpulkan orang-orang, mempresentasikan ide saya, saling memahamkan, memotivasi agar sama-sama bergerak beriringan.

Keraguan demi keraguan perlahan sirna. Entah kenapa begitu mudahnya semua urusan. Mulai timbul kemistri di antara kami. Simpul itu pelan-pelan mulai terikat kembali walau belum kuat. Bayangan akan masa lalu yang kurang mengenakkan mulai bisa tergantikan.

1 bulan yang penuh kejutan. Dana donasi yang melampaui target. Kawan-kawan yang berjuang sekuat tenaga menyukseskan kegiatan. Kedekatan antar kami. Masalah-masalah yang selalu ada jalan keluar.

Ajakan saya tidak lagi dimaknai sebagai perintah yang 'menekan', namun mereka datang dengan penuh keikhlasan, bahkan menyempatkan waktu sibuknya demi hadir membersamai. Setiap rapat kami bukanlah kegaiatan yang bertujuan menggugurkan kewajiban, tapi benar-benar dimaknai sebagai pertemuan untuk saling bertukar kabar, atau bercerita tentang apa-apa yang dirasakan.

Saat sendiri, kadang saya bersyukur. Mendapatkan momen langka seperti ini. Mungkin, bagi yang organisasinya sudah sehat, manajemennya sudah bagus, adalah hal biasa menemukan hal-hal seperti ini. Namun, bagi saya yang tidak mendapatkan kondisi itu dulu. Setiap momen yang saya temui sekarang adalah kesyukuran. Melihat mereka yang bekerja tanpa paksaan, melihat mereka yang tanpa beban selalu bilang 'iya' ketika dibutuhkan. Melihat mereka yang memberikan progress jobdesk nya lebih dari apa yang diminta. Sungguh, rasanya begitu mengharukan.

Saya jadi tahu bagaimana rasanya menghargai. Kerjaan-kerjaan kecil sekalipun. Ucapan 'terima kasih' dan 'minta tolong' jangan sampai luput. Kata-kata yang sederhana, namun begitu menyentuh hati yang mendengarnya. Pelan tapi pasti, simpul tali itu mulai terikat lebih kencang, walau belum sempurna.

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

 'Jika ingin mengetahui seseorang. Pergilah ke tempat yang jauh bersamanya..'

Beberapa kali mendengar kata-kata itu. Entah dari quote instagram, buku bertema travel, ataupun film bergenre adventure. Menjelaskan tentang perjalanan jauh yang berdampak pada semakin dekatnya hubungan. Satu hal yang pasti, sebelum ini tak ada dalam benak saya untuk mempraktekannya di dunia organisasi. Yang saya ketahui hanyalah rapat, rapat, dan rapat. Kalau ada apa-apa ya rapat, kalau ada yang perlu dibahas ya rapat, kalau ada satu hal yang penting ya rapat. Mungkin itu yang membuat orang berpersepsi bahwa saya adalah seseorang yang 'serius'. Tak bisa diajak bercanda, tak bisa diajak santai.

Entah kebetulan atau tidak. Kegiatan yang akan kami laksanakan itu bertema 'perjalanan'. Bukan 1 atau 2 hari. Tapi 1 minggu lamanya kami akan menghabiskan waktu bersama, mengingat jarak yang ditempuh sangatlah jauh. Lintas provinsi dan lintas pulau.

Satu minggu berlalu dengan perasaan luar biasa. Perjalanan yang begitu menakjubkan. (Tulisan tentang perjalanan akan dibuat terpisah). Perjalanan yang sangat menampar sisi kemanusiaan kami, dan yang terpenting, semakin menguatkan tali yang sudah terikat dengan baik.

Chemistry di antara kami terbangun sempurna. Tentang pembagian tugas, semuanya memahami tanpa ada ego atas diri sendiri. Tentang inisiatif, kawan-kawan cepat merespon ketika ada keadaan-keadaan mendesak. Tentang kerja sama, semua bisa saling melengkapi tanpa ada yang sibuk sendiri.

Tali itu kini tersimpul dan terikat dengan lebih baik, lebih kooperatif, lebih sempurna, dan lebih kuat. Perjalanan yang sungguh menyatukan. Bukti bahwa quote di atas memang benar adanya. Saat berjalan bersama, kita jadi tahu bagaimana sifat asli orang-orang yang berada di dalamnya. Bagaimana respon dia terhadap kejadian buruk, rasa marahnya, rasa jengkelnya, ataupun rasa tidak enak hatinya. Semakin tahu kita jadi semakin biasa menghadapinya, tahu apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan, sehingga semua dapat saling menerima tanpa ada yang ngomong di belakang.

Setelah itu, jangankan diminta. Mereka yang akan rindu sendiri dengan pertemuan-pertemuan berikutnya. Mengatur jadwal, menyiapkan bahasan, saling menyambung dengan cepat.


"Friends That Travel Together, Stay Together.." 

------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Ditulis dengan sepenuh hati setelah perjalanan satu minggu penuh inspirasi. Bersama orang-orang hebat yang saling melengkapi satu sama lain.

Terima kasih :)) Semoga bermanfaat.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Untukmu Yang Sedang Berjuang

Malam menyapa Sumbawa untuk kesekian kalinya. Seperti biasa, malam dan jalan Sumbawa adalah dua alasan yang cukup untuk memacu motor di atas 80 km/jam. Namun, niat itu seketika diurungkan karena angin yang seperti menusuk hingga tulang.  Musim kemarau kali ini entah kenapa begitu terasa dingin. Siang yang begitu berkontradiksi dengan datangnya malam yang sangat dingin. Pengaruh angin muson atau apalah, yang pasti di beberapa daerah mengalami kejadian yang sama. Bahkan sampai minus berapa derajat.  Cuaca seperti ini mengingatkan pada rumah. Terletak persis di kaki gunung, Temanggung adalah kuatota yang selalu diselimuti kabut tipis setiap paginya, sedikit sekali disapa matahari, sekaligus juga memiliki air es yang membuat siapapun enggan  untuk mandi pagi.  Hampir setiap pagi, ketika mata masih berusaha menahan kantuk, Bapak sudah siap dengan jaket tebalnya. Jarak tempat kerjanya yang lumayan jauh (satu jam perjalanan) membuatnya harus bersiap-siap sesaat setelah sholat su

Narasi Juang (Bagian I) : "Sayap-Sayap Elang Patah."

Ngapain kuliah? Buang-buang waktu saja.” Kalimat ini terus terbayang hingga pundak dibebankan satu amanah yang berat. ‘Menjadi ketua sebuah organisasi tingkat universitas!’ Baru beberapa semester masuk. Belum tahu apa-apa. Masih buta tentang leadership dam manajemen organisasi. Tapi sudah harus memegang kendali penuh & diberi ekspektasi. Hasilnya ? Sudah dapat ditebak. Tahun-tahun sulit merambah masuk ke kehidupan kampus. Kuliah terbengkalai, tugas dikerjakan waktu deadline semua, organisasi berjalan patah-patah dengan beragam dinamika. Umur organisasi yang baru seumur jagung & ketiadaan mentor membuat saya kebingungan dalam membawanya. Belum lagi loyalitas & integritas anggota yang sangat kurang semakin memperburuk keadaan. Jangan tanya berapa kali merasa kecewa, sakit hati, hingga stres berkepanjangan. Terlalu banyak pengalaman pahit plus getir di sana. Saya yang bela-bela in menerobos panas untuk menghadiri rapat (yang ternyata tidak ada satupun yang dat

Menyapu Pahala

Hari itu Masjid Kauman ramai sekali. Tidak hanya memenuhi masjid sampai pelataran sebagaimana sholat jumat. Jamaah benar-benar membludak bahkan sampai halaman yang luasnya hampir sebesar lapangan sepak bola. Keramaian yang menentramkan. Ibu-ibu menggendong anaknya yang berbusana muslimah sempurna, remaja-reaja berjalan syahdu saling bercanda tawa, bapak-bapak yang beradu temu saling berpelukan. Tidak ada gesekan, tidak ada teriakan-teriakan seperti di pasar, tidak ada kata-kata makian yang keluar. Semuanya berjalan begitu harmonis. Apa sesungguhnya makna beribadah? Apa artinya berislam dalam hidup ini? Apakah harus belajar di pesantren, lalu melanjutkan ke perguruan tinggi di Timur Tengah sana, lantas pulang-pulang jadi ustadz? Mengisi kajian, menjadi imam, melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur'an? Apakah harus masuk organisasi A? Mengikuti setiap pergerakannya? Mentaati segala perintah dan kebijakan yang ada di dalamnya? Pertanyaan-pertanyaan di atas begitu mengusik hati. Fak