Langsung ke konten utama

'Nyicil' Mahar

Pernah diberi hadiah oleh seseorang? Apa yang dirasakan? Biasa saja? Atau berbunga-bunga? Bagaimana jika diberi berulang kali? Bahkan jika dikalkulasi totalnya tidak sedikit? Benarkah si pemberi itu memang berniat memberi? Atau ada hal 'terselubung' di balik itu semua?

Meneruskan tulisan yang kemarin, masih dengan tema yang sama. Yaitu masih seputar permasalahan delapan belas tahun ke atas.

"Kok temanya itu mulu sih? Wafiq udah siap nikah ya?" Tanya Netijen.

Enggak. Biar saya luruskan, saya selalu menulis berdasarkan keresahan yang dialami. Dan di umur segini, di tengah lingkungan yang punya umur sama, masalah ini selalu jadi trending topik. Itulah alasan kenapa saya mengangkatnya.

Ya ibarat kata, nggak mungkin dong kita memberi informasi tentang rumus phytagoras ke anak TK. Nggak nyambung dan nggak bakal dimengerti.

Oke, kita lanjutkan ya. Maaf karena  intronya yang kepanjangan. Hehe.

Proses memberi dan menerima tidak bisa dilepaskan dari pertemanan. Bahkan Rasul menyarankan kita untuk saling memberi hadiah kepada teman. Tujuanya jelas, sebagai upaya memperpanjang silaturahim sekaligus membuat orang lain bahagia.

Lagipula, siapa sih yang nggak suka diberi hadiah? Dalam bidang keilmuan lain, hadiah juga dianggap  sebagai representasi dari perasaan mengakui dan menghargai orang lain. Orang yang diberi hadiah akan lebih respek dengan si pemberi.

Oh iya, hadiah yang dimaksudkan di sini bukan berarti harus bungkusan kado berisi hal-hal mewah ya. Sekedar memberikan satu kresek pisang goreng, itu juga termasuk hadiah.

Terus apa yang salah dengan itu?

Ada beberapa kondisi di mana hadiah tidak lagi menjadi tujuan yang disebutkan di atas. Ada makna lain yang jika dilihat lebih jeli, justru menimbulkan hal-hal yang tidak terduga. Seperti judul di atas, saya sebut istilahnya dengan 'menyicil mahar' atau 'nyicil mahar'.

Lho kok bisa?

Oke, let me explain.

Pertama, ada kondisi tertentu yang benar-benar berbeda. Kita bisa melihatnya dari alasan kenapa seseorang memberikan hadiah kepadamu. Apa memang karena sesuatu yang dijanjikan? Saat kamu ulang tahun? Ketika kamu benar-benar sedang membutuhkan? Atau tanpa adanya alasan tiba-tiba ia memberikan?

Kedua, intensitas hadiah yang diberikan. Berapa kali ia memberikan? Satu kali? Dua kali? Atau berulang kali bahkan hingga sampai mengeluarkan biaya yang tidak sedikit. Jika memang kamu termasuk teman baiknya, mungkin saja itu bisa terjadi. Tapi, sebenarnya bisa diidentifikasi dengan mudah. Lihat teman baik dia lainnya. Apakah mereka juga diberikan hadiah sebagaimana dia memberi padamu atau tidak? Jika tidak, sudah bisa dipastikan jika ia punya perasaan lain kepadamu.

Kedua hal di atas adalah langkah mudah mengidentifikasi alibi si pemberi hadiah. Setiap perbuatan pasti ada alasannya, kan?

Beda antara 'hanya sekedar ingin berbagi' dengan 'yang ingin mencari hal lain' di luar itu.

Kok kesannya seperti menyudutkan mereka sih? Orang-orang baik itu? Masa kita nggak boleh saling memberi?

Sebentar, sabar dulu.

Niat mereka memang baik. Baik sekali malah. Namun, kebaikan itu yang kadang-kadang menjadi celah atau alasan untuk tidak mau melepaskan.

Berita buruknya, jika seseorang  memang punya niatan lain untuk itu. Misalnya punya perasaan kepadamu. Maka itu adalah salah satu upayanya dalam melakukan pendekatan secara terselubung. Karena sejatinya, setiap laki-laki pasti akan mengusahakan seseorang yang ia suka. Bagus jika ia mengikhtiarkannya lewat doa. Tapi, nggak semua orang begitu. Dan nggak bisa juga kita memaksa mereka untuk itu.

Sebagian yang tidak, cenderung akan mengusahakan lewat cara lain. Ya salah satunya dengan memberikan barang-barang yang disuka oleh si gadis.

Jika sudah begitu, berangsur-angsur perasaan susah menolak dan sulit melepaskan diri akan muncul. Seolah membuka ruang 'secara tidak langsung' buat mereka untuk masuk lebih jauh.

Hal yang kadang tidak dipahami adalah, bahwa seorang gadis akan ketika diberi akan membalasnya puluhan bahkan ribuan kali. Hatinya mudah tersentuh, sekali meleleh akan terus mengalir tanpa henti.

Itulah kenapa masalah ini tidak bisa dianggap sederhana. Perlu kejelian dan kehati-hatian dalam menghadapinya, supaya tidak salah dalam menentukan sikap.

Terakhir, sebetulnya 'nyicil' mahar hanya istilah kiasan saja. Tidak ada yang namanya mencicil (emang kredit motor..hehe). Artinya, pemberian yang didasari oleh niatan lain yang bertujuan untuk mengambil hati seseorang.

Semoga bermanfaat.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Untukmu Yang Sedang Berjuang

Malam menyapa Sumbawa untuk kesekian kalinya. Seperti biasa, malam dan jalan Sumbawa adalah dua alasan yang cukup untuk memacu motor di atas 80 km/jam. Namun, niat itu seketika diurungkan karena angin yang seperti menusuk hingga tulang.  Musim kemarau kali ini entah kenapa begitu terasa dingin. Siang yang begitu berkontradiksi dengan datangnya malam yang sangat dingin. Pengaruh angin muson atau apalah, yang pasti di beberapa daerah mengalami kejadian yang sama. Bahkan sampai minus berapa derajat.  Cuaca seperti ini mengingatkan pada rumah. Terletak persis di kaki gunung, Temanggung adalah kuatota yang selalu diselimuti kabut tipis setiap paginya, sedikit sekali disapa matahari, sekaligus juga memiliki air es yang membuat siapapun enggan  untuk mandi pagi.  Hampir setiap pagi, ketika mata masih berusaha menahan kantuk, Bapak sudah siap dengan jaket tebalnya. Jarak tempat kerjanya yang lumayan jauh (satu jam perjalanan) membuatnya harus bersiap-siap sesaat setelah sholat su

Narasi Juang (Bagian I) : "Sayap-Sayap Elang Patah."

Ngapain kuliah? Buang-buang waktu saja.” Kalimat ini terus terbayang hingga pundak dibebankan satu amanah yang berat. ‘Menjadi ketua sebuah organisasi tingkat universitas!’ Baru beberapa semester masuk. Belum tahu apa-apa. Masih buta tentang leadership dam manajemen organisasi. Tapi sudah harus memegang kendali penuh & diberi ekspektasi. Hasilnya ? Sudah dapat ditebak. Tahun-tahun sulit merambah masuk ke kehidupan kampus. Kuliah terbengkalai, tugas dikerjakan waktu deadline semua, organisasi berjalan patah-patah dengan beragam dinamika. Umur organisasi yang baru seumur jagung & ketiadaan mentor membuat saya kebingungan dalam membawanya. Belum lagi loyalitas & integritas anggota yang sangat kurang semakin memperburuk keadaan. Jangan tanya berapa kali merasa kecewa, sakit hati, hingga stres berkepanjangan. Terlalu banyak pengalaman pahit plus getir di sana. Saya yang bela-bela in menerobos panas untuk menghadiri rapat (yang ternyata tidak ada satupun yang dat

Menyapu Pahala

Hari itu Masjid Kauman ramai sekali. Tidak hanya memenuhi masjid sampai pelataran sebagaimana sholat jumat. Jamaah benar-benar membludak bahkan sampai halaman yang luasnya hampir sebesar lapangan sepak bola. Keramaian yang menentramkan. Ibu-ibu menggendong anaknya yang berbusana muslimah sempurna, remaja-reaja berjalan syahdu saling bercanda tawa, bapak-bapak yang beradu temu saling berpelukan. Tidak ada gesekan, tidak ada teriakan-teriakan seperti di pasar, tidak ada kata-kata makian yang keluar. Semuanya berjalan begitu harmonis. Apa sesungguhnya makna beribadah? Apa artinya berislam dalam hidup ini? Apakah harus belajar di pesantren, lalu melanjutkan ke perguruan tinggi di Timur Tengah sana, lantas pulang-pulang jadi ustadz? Mengisi kajian, menjadi imam, melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur'an? Apakah harus masuk organisasi A? Mengikuti setiap pergerakannya? Mentaati segala perintah dan kebijakan yang ada di dalamnya? Pertanyaan-pertanyaan di atas begitu mengusik hati. Fak