Langsung ke konten utama

Muslim United : Greget Maksimal..!

Masjid Gedhe Kauman tumpah! Lautan manusia dari berbagai latar belakang memenuhi setiap sudutnya. Ada yang celananya cingkrang, celana jeans, dari yang jenggot tebal sampai yang tipis, berpeci, bersorban, berbatik, ataupun bersarung. Semuanya ada di sini.

Masjid yang terletak di jantung Kota Jogja itu tidak besar sebenarnya. Namun memiliki halaman yang cukup luas di timur dan utaranya. Semuanya benar-benar penuh. Tidak ada tempat kosong tersisa. Yang di luar duduk takzim dengan alasnya masing-masing. Bahkan banyak  juga yang berdiri karena tidak kebagian tempat duduk, padahal di halamannya!

Ada acara apa? Konser musik? Tentu saja bukan. Kampanye politik? Apalagi, bukan juga Mereka disatukan oleh Allah di tempat itu. Disatukan oleh iman dan rasa persatuan yang tinggi. Bayangkan saja, ada yang jauh-jauh dari luar Jogja, Bekasi, Jawa Timur, Luar Jawa. Mereka tidak dibayar, juga tidak mendapat nasi bungkus gratis. Tapi islam menyatukan mereka. Tapi keinginan untuk bersatu mengikat hati mereka.

Syeikh Ali Jaber mengawali malam penuh keberkahan itu dengan mengingatkan pentingnya persatuan. Adanya perbedaan harusnya menimbulkan keindahan, bukan malah jadi perpecahan. Imam dan alim ulama terdahulu sudah mengajarkan. Tapi umat sekarang selalu mencari pembenaran. Qunut atau tidak qunut subuh jadi berantem, beda hari lebaran saja saling menyalahkan dan menganggap golongannya paling benar. Padahal, semuanya ada dasar dan teorinya masing-masing.

Saya takzim mendengarkan. Terduduk di halaman samping kanan Masjid Gedhe Kauman. Layar LCD besar terpajang di depan. Tak beberapa lama, sesuatu terjadi. Layar tiba-tiba mati, sekaligus dengan sound speakernya. Sudah jelas tidak akan bisa mendengarkan kalau di sini. Saya berpindah tempat. Menuju depan panggung yang terletak di bagian timur masjid.

Masya Allah..! Sudah ramai sekali. Lautan manusia lebih tumpah daripada pertama kali saya datang. Hampir tidak ada tempat duduk. Padahal halamannya terhitung luas sekali. Saya berjalan mencari tempat yang nyaman. Kaki saya sedang sakit, sementara sandal saya ada di dalam masjid jadi nyeker. Di tengah perjalanan ada orang yang tidak sengaja menginjak kaki saya. Saya meringis kesakitan. Tapi tidak mengatakan apa-apa.

Saya benar-benar tidak berada dalam kondisi yang bagus untuk mendengarkan. Ditambah kaki yang perih, rasanya ingin pulang saja saat itu.

Allah mendengar keluhan saya. Layar yang tadinya saya tinggalkan tiba-tiba hidup kembali. Saya segera balik ke sana. Tampak sesosok wajah yang sudah tidak asing teduh berdiri di atas panggung.

".. Kamu..! Setiap kamu adalah penjaga pos-pos perbatasan..!" Tutur Ustadz Salim A Fillah mengawal orasinya.

"Jangan sampai pos-pos tersebut jebol. Jika posmu, ada di mimbar-mimbar. Jangan sampai itu jebol! Teruslah sebarkan risalah dakwah dan ilmu pengetahuan! Kalau kemudian, posmu adalah menyebar broadcast kebaikan, maka jangan sampai itu jebol! Apabila, posmu adalah kebut-kebutan. Maka jangan sampai itu jebol! Jemput ustadz ustadz yang mengisi pengajian dengan kemampuanmu."

"..Desain grafisnya acara dakwah & kebaikan, jangan sampai kalah menarik dengan desain grafisnya acara kemaksiatan. Semua yang kita punya. Hobinya apa? Sumbangsihkan untuk islam..!! Kita semua berani mengambil resiko, berani bertanggung jawab,.dan mengambil perannya masing-masing dalam kemajuan islam..! Kita adalah kaum, yang dibangkitkan oleh Allah, untuk menggerakkan manusia agar tidak melakukan penghambaan terhadap makhluk-Nya, agar menyadarkan sempitnya dunia dan luasnya akherat..!

Saya terkesima. Kaki yang tadinya sakit menjadi tidak terasa. Hati dan pikiran saya terbuai dengan indahnya diksi dan semangat Ustadz Salim  yang begitu menggebu-gebu. Inilah yang saya cari-cari selama ini. Sebuah untaian kalimat penuh makna yang semakin menimbulkan pertanyaan besar dalam diri.

Jadi, yang mana peranmu dalam menjaga pos pertahanan?

Malam itu. Muslim United benar-benar membuat saya 'greget maksimal'. Dan, meyakinkan saya untuk melanjutkan mimpi besar yang selama ini saya cita-citakan.

Yogyakarta, 17 Oktober 2018

(Ada juga ceramah Ust Felix yang tidak kalah luar biasanya, dan Rizal (vokalis Armada Band. Bagi yang mau silahkan PC karena sudah saya rekam..)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Untukmu Yang Sedang Berjuang

Malam menyapa Sumbawa untuk kesekian kalinya. Seperti biasa, malam dan jalan Sumbawa adalah dua alasan yang cukup untuk memacu motor di atas 80 km/jam. Namun, niat itu seketika diurungkan karena angin yang seperti menusuk hingga tulang.  Musim kemarau kali ini entah kenapa begitu terasa dingin. Siang yang begitu berkontradiksi dengan datangnya malam yang sangat dingin. Pengaruh angin muson atau apalah, yang pasti di beberapa daerah mengalami kejadian yang sama. Bahkan sampai minus berapa derajat.  Cuaca seperti ini mengingatkan pada rumah. Terletak persis di kaki gunung, Temanggung adalah kuatota yang selalu diselimuti kabut tipis setiap paginya, sedikit sekali disapa matahari, sekaligus juga memiliki air es yang membuat siapapun enggan  untuk mandi pagi.  Hampir setiap pagi, ketika mata masih berusaha menahan kantuk, Bapak sudah siap dengan jaket tebalnya. Jarak tempat kerjanya yang lumayan jauh (satu jam perjalanan) membuatnya harus bersiap-siap sesaat setelah sholat su

Narasi Juang (Bagian I) : "Sayap-Sayap Elang Patah."

Ngapain kuliah? Buang-buang waktu saja.” Kalimat ini terus terbayang hingga pundak dibebankan satu amanah yang berat. ‘Menjadi ketua sebuah organisasi tingkat universitas!’ Baru beberapa semester masuk. Belum tahu apa-apa. Masih buta tentang leadership dam manajemen organisasi. Tapi sudah harus memegang kendali penuh & diberi ekspektasi. Hasilnya ? Sudah dapat ditebak. Tahun-tahun sulit merambah masuk ke kehidupan kampus. Kuliah terbengkalai, tugas dikerjakan waktu deadline semua, organisasi berjalan patah-patah dengan beragam dinamika. Umur organisasi yang baru seumur jagung & ketiadaan mentor membuat saya kebingungan dalam membawanya. Belum lagi loyalitas & integritas anggota yang sangat kurang semakin memperburuk keadaan. Jangan tanya berapa kali merasa kecewa, sakit hati, hingga stres berkepanjangan. Terlalu banyak pengalaman pahit plus getir di sana. Saya yang bela-bela in menerobos panas untuk menghadiri rapat (yang ternyata tidak ada satupun yang dat

Menyapu Pahala

Hari itu Masjid Kauman ramai sekali. Tidak hanya memenuhi masjid sampai pelataran sebagaimana sholat jumat. Jamaah benar-benar membludak bahkan sampai halaman yang luasnya hampir sebesar lapangan sepak bola. Keramaian yang menentramkan. Ibu-ibu menggendong anaknya yang berbusana muslimah sempurna, remaja-reaja berjalan syahdu saling bercanda tawa, bapak-bapak yang beradu temu saling berpelukan. Tidak ada gesekan, tidak ada teriakan-teriakan seperti di pasar, tidak ada kata-kata makian yang keluar. Semuanya berjalan begitu harmonis. Apa sesungguhnya makna beribadah? Apa artinya berislam dalam hidup ini? Apakah harus belajar di pesantren, lalu melanjutkan ke perguruan tinggi di Timur Tengah sana, lantas pulang-pulang jadi ustadz? Mengisi kajian, menjadi imam, melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur'an? Apakah harus masuk organisasi A? Mengikuti setiap pergerakannya? Mentaati segala perintah dan kebijakan yang ada di dalamnya? Pertanyaan-pertanyaan di atas begitu mengusik hati. Fak