Kendala yang dialami di seluruh kegiatan yang akan dilakukan hampir sama. Dana.
Tanpa adanya finansial yang kuat maka sebagus apapun konsep yang dibuat jadinya percuma. Sebaliknya, jika dana mencukupi atau bahkan berlebih semuanya akan dapat terkontrol dengan baik.
Mengawali diri untuk masuk ke dalam suatu kegiatan tanpa sepeserpun uang sudah biasa. Apalagi di sumbawa.
Tidak mudah mendapatkan sponsor di kota kecil seperti ini. Bukannya pelit atau miskin, rata-rata kantor di sini adalah cabang yang pusatnya berada jauh di ibukota provinsi sana. Prosedurnya tentu berliku dan butuh waktu yang cukup lama juga.
Di tengah skripsi yang belum kunjung usai saya nekat mengikuti kepanitiaan di satu kegiatan yang skalanya cukup besar. Sumbawa Hijab Festival.
Awalnya saya ragu, tapi entah kenapa keinginan dari hati begitu kuat mendesak.
"Kamu jarang lho bantu-bantu acara dakwah di sini. Kalau bukan sekarang, kapan lagi? Tahun depan udah pergi, kan?"
Begitu bisikan-bisikin yang pada akhirnya membuat saya kalah, memutuskan untuk mendaftar.
Agak aneh sih memang, ini acara yang seharusnya dihandle oleh akhwat (karena memang sangat perempuan sekali). Maka saya pun tidak muluk-muluk. Niatnya mau bantu-bantu saja, entah ditempatkan di mana.
Qodarullah, entah untuk alasan apa saya dipilih sebagai ketua acara. Oke, baiklah. Sepertinya memang harus mengambil tantangan ini.
Perjalanan sebelum acara bagai melihat siput yang berjalan di atas tanah. Lambat sekali jalannya.
Konsep acara sudah dibahas, walau mengalami banyak penolakan di beberapa sisi dan dirubah berulang kali. Masalah mengerucut menjadi dua. Artis dan dana.
Sebagai informasi, kita berangkat dari 'nol'. Tidak ada dana sama sekali. Tidak ada back up dari organisasi manapun. Benar-benar bersih kantong bendaharnya.
Berkali kali rapat bertanya ke bendahara juga tidak ada perubahan, masih di kisaran angka seratus ribuan. Itupun berasal dari kantong pribadi masing-masing panitia (iuran).
Masalah kedua adalah artis. Ya, ekspektasi dari awal kita mendatangkan artis ibukota. Sudah ada linknya juga. Namun ternyata ada kesalahan informasi yang didapat, artisnya ternyata memiliki budget yang sangat besar, hampir mustahil untuk dijangkau.
Permasalahan artis ini hampir merenggut hari-hari saya dan tim. Mencarinya seperti jarum di tumpukan jerami. Susahnya minta ampun.
Seperti yang saya bilang. Jika punya dana berlimpah mungkin tak akan jadi problem berati. Masalahnya adalah, mencari artis yang low budget, ditambah dana akomodasi yang juga seminim mungkin. Bagaimana bisa?
Saya sampai menyimpan banyak sekali kontak manager artis, menanyai mereka satu per satu.
Ada yang tidak merespon, ada yang langsung memberikan info harga yang membuat geleng-geleng kepala, di atas 20 juta. Belum lagi harus membayar tiket pesawat tiga orang (kelas bisnis), hotel minimal bintang 3, dan tuntutan lainnya.
Hal itu mungkin sudah biasa bagi mereka di kegiatan besar, atau membawa nama organisasi ternama. Lha kita?
Hanya kumpulan mahasiswa idealis yang bertumpu pada keyakinan dan mimpi di siang bolong.
Semua kondisi di atas sudah cukup membuat kami pesimis.
Dana belum ada, artis belum dapat, sementara harus segera membuat pamflet dan segala macamnya untuk disebar.
Benar-benar hopeless.
Apalagi, rentang waktu kita tidak banyak. Hanya satu bulan untuk menyiapkan acara sebesar itu dengan dana puluhan juta? Gila sih.
Berlajut ke Melawan Kemustahilan II : Malam Penuh Keajaiban
Ditunggu kelanjutan cerita nya 🐳
BalasHapus