Langsung ke konten utama

Redupnya Kekuatan Sendiri

Keinginan yang terus bertumbuh menjadikan seorang manusia tidak akan pernah puas dalam menilai dirinya. Selalu ada hal-hal baru, ekspektasi-ekspektasi baru yang datang menghampirinya apabila sudah usai pencapaian sebelumnya.

Dunia ekstrovert memang begitu melelahkan, tidak memberi kesempatan sedikitpun kepada para pendiam untuk sejenak berkontemplasi dengan dirinya sendiri. Ekstroversi berhimpun dalam satuan bernama pendaftaran kepanitiaan, keikutsertaan organisasi, persepsi positif lingkungan, dan syarat menjadi pemimpin.

Tidak aneh jika di dunia ini kehilangan sosok-sosok hebat seperti Albert Einsten, Steve Jobs, Wozniacki, J.K. Rowling dan pemikir sekaligus inisiator lainnya. Jika yang hebat dulu bisa timbul, kenapa ketika kemajuan teknologi berangsur maju, justru tidak ada seorang pun yang muncul?

Lubang yang digali oleh estroversi terlalu besar.Tidak hanya memberi kesempatan untuk terjatuh, tapi lubangnya juga terisi oleh lumpur sehingga akan menjebak siapapun yang sudah masuk di dalamnya.

Orang tidak lagi percaya akan kemampuan dirinya sendiri. Melainkan percaya akan kata orang, kata teknologi, kata sosial media, dan perkataan dari luar dirinya.

Orang sudah tidak lagi yakin atas dirinya sendiri. Melainkan yakin akan kesimpulan tes psikologi, pendapat konsultan, atau arahan orang lain yang lebih mahir.

Apple tentu tidak akan menjadi seperti sekarang apabila Steve berperilaku layaknya anak jaman sekarang yang tidak tahan bullyan dari teman-temannya (karena dia di DO dari tempat kuliahnya).

Harry Potter tidak akan ada jika J.K Rowling bersikap layaknya anak jaman sekarang, yang baru sedikit dikritik karyanya langsung berhenti, yang baru disentil langsung melarikan diri.

Kekuatan yang dimiliki oleh seluruh introvert menghilang. Justru kini orang beranggapan bahwa mereka tidak memiliki kekuatan, tidak punya kelebihan, dijuluki 'anak yang aneh', 'anak yang berbeda dan terkucilkan'.

Mereka pun berangsur-angsur berubah, mencoba keluar dari zona nyaman, mencari teman, meninggalkan potensi terbesar yang dimiliki dirinya, menjadi orang lain.

Orang yang punya pendar cahaya di kemampuan verbalnya, yang lihai dalam menyusun aksara. Cahayanya meredup berkat ajakan dari kawannya untuk bermain, kongkow bareng, pergi menonton, menghabiskan waktu bersama. Padahal kekuatannya bukan di situ. Kekuatannya ada ketika ia sedang sendiri, tanpa gangguan orang lain, tanpa ada masalah kolektif yang ia hadapi. Idenya muncul ketika itu, kreativitasnya menjadi terbangun sehingga menghasilkan karya yang luar biasa.

Orang yang punya pendar cahaya di kemampuan pengolahan datanya, yang pandai dalam menjabarkan angka-angka rumit serta proses menghitung. Cahayanya meredup akibat dikalahkan oleh drama korea, film-film box office, youtube, game-game fps. Padahal kekuatannya tidak di situ. Kemampuannya muncul apabila sedang sendiri, menghabiskan waktu di depan komputer, memproses data, menjadi ahli dalam bidangnya.

Ah, sepertinya tidak mudah mengalahkan suatu hal yang sudah terlanjur jadi trandsetter global. Diikuti dan ditiru, diyakini sekaligus dipercayai oleh hampir semua lapis kehidupan.

Selamat berakhir, dunia yang penuh dengan bakat-bakat hebat :(

Komentar

Postingan populer dari blog ini

A Fairytale Love (Bagian Kedua)

Di tengah langit Ciburuy yang mendung, dingin menyelimuti sebagian Bandung Barat. Rumah ekstra luas beraksen jadul dengan taman indah di belakangnya. Pot bunga menggantung dan rumput hijau sejauh mata memandang. "Jadi, gimana ceritanya teh?"  Belum beristirahat sejak perjalanan setengah hari Jogja-Bandung, pertanyaan itu terlontar begitu saja. Seperti biasa, sesosok perempuan dengan raut wajah menyenangkan itu tersenyum sebelum menjawab. "Wah, mulai diinterogasi nih.." Balasnya. "Jelass dong. Kan jauh-jauh cuma pengen tau ceritanya..hehe.."  "Yaudah, sok atuh tanya.."  Teteh memang begitu. Hampir selalu mengulum senyum setiap kali melakukan percakapan. Kakak sepupu paling besar itu bisa dibilang yang paling enak diajak ngobrol. Soalnya sepupu-sepupu yang lain masih pada kecil-kecil, jadi gak bakal nyambung deh. Kecuali kalau main lah iya, baru nyambung. "Kapan mulai kenal si doi?"  "5 tahun yang lalu. Dtulu kan ada kepanitiaan rama...

Musuh Mahasiswa

Setiap orang punya musuh. Sama. Mahasiswa juga punya. Entah mahasiswa di daerah lain beranggapan sama atau tidak. Bagi kami. Mahasiswa daerah timur Indonesia. Musuh kami ada dua. Mati lampu dan sinyal internet. Lagi asyik-asyiknya ngerjain tugas a.k.a buka facebook atau youtube . Gadget kami dijejali oleh sebuah hal yang sangat mengerikan! Bukan virus, spam , atau malware berbahaya. Melainkan satu kalimat menyesakkan. 'No Internet Connection" Itu yang pertama. Yang kedua adalah mati listrik. Di daerah kami mati listrik seakan menjadi teman baik. Senantiasa membersamai setiap hari. Setiap satu minggu sekali bisa dipastikan ada masanya semua menjadi gelap. Pet! Kegiatan seperti mengecas hp dan memasak nasi memakai rice cooker menjadi terganggu. Awalnya memang tidak nyaman. Tapi lama-lama menjengkelkan juga. (Lah, apa bedanya? :v) Oke. Cukup. Itu dua hal yang menjadi musuh bersama. Dan saya meyakini satu hal. Tidak akan ada yang bisa berdamai dengan kedua hal itu. Tidak sa...

Hidup bersama Impian

"A dream is a wish your heart makes" - Walt Disney Mimpi adalah hak setiap orang. Semua orang boleh bermimpi. Lagipula, mimpi itu gratis dan tidak perlu mengeluarkan tenaga apapun. Hanya membutuhkan sedikit pemikiran, bahkan bisa yang hanya terlintas sejenak, lalu tulis di selembar tulisan. Selesai. Mimpimu sudah jadi. Sesedarhana itu saja. Banyak orang yang menyangsikan kekuatan sebuah mimpi. Jujur, saya juga mempunyai pikiran yang sama pada mulanya. Memang sih, ada banyak kisah-kisah bagaimana seseorang bisa mencapai mimpinya, banyak juga saya mendengar motivator-motivator, membaca buku-buku tentang hebatnya suatu mimpi. Tapi tetap saja saya tidak langsung percaya begitu saja. Seiring berjalannya waktu, Saya menyadari satu hal. Bermimpi itu sangat gampang, dan alasan kenapa banyak orang tidak melakukannya adalah karena menganggap bahwa mimpi itu kurang penting, mereka lebih percaya kerja keraslah yang dapat menentukan hasil akhir. Menurut saya, kerja keras memang p...