Langsung ke konten utama

Wafiq Zuhair dan Mimpi-mimpinya

"Fiq, kamu cocok deh jadi penulis.."

"Tulisanmu bagus. Kadang suka ngena di hati.."

"Nilai bahasamu selalu baik. Bukankah itu pertanda?"

Oke. Stop. Beberapa tahun yang lalu seringkali mendapatkan kata-kata seperti ini. Tepatnya di masa SMA. Memang saya terkenal paling jago merangkai kata. Jika ada lomba puisi atau tugas membuat cerita saya dijadikan tumbal. Walaupun pada akhirnya bukan saya yang membacakan puisi itu di depan. Yeah, setidaknya ada rasa bangga sedikit, padahal hanya lingkup satu kelas berisikan 22 orang siswa.

Benar kata orang. Waktu dapat menggeruskan impian seseorang. Itu kenapa ketika kecil dulu semangat sekali mengacungkan tangan. Berteriak dengan begitu meyakinkan.

"Aku mau jadi polisi..!!"
"Aku pengen jadi pilott..!!"
"Besok besar aku jadi dokter aja, biar bisa bantu banyak orang..!"

Dan masih banyak lagi.

Seiring usia bertumbuh, seiring mata yang semakin memahami realitas kehidupan. Impian-impian itu mengendur. Sedikit sekali yang dapat mempertahankan. Kebanyakan memilih alasan 'yang penting' sebagai jawaban diplomatis dan cari aman. 'Jadi apa aja deh gue, yang penting bisa dapet duit'. 'Cari aman aja. Yang penting gampang dan gak neko-neko.'

Kita sama sekali tidak bisa menyalahkan mereka. Karena sejatinya kehidupan memang memaksa mereka untuk bersikap demikian.

Saya juga tidak berbeda jauh. Berapa kali pun teman-teman saya bilang jika saya cocok jadi penulis. Saya tidak pernah benar-benar ingin ke sana. Waktu itu pun menulis hanya saya lakukan 'by order', atau 'by mood'. Tidak pernah saya mencoba mengirimkan ke mana begitu. Atau ikut lomba ini-itu. Seperti yang biasa penulis pemula lakukan. Di pikiran saya hanya menginginkan pekerjaan yang bisa banyak menghasilkan uang. Sesimpel itu saja.

Memasuki kuliah, pikiran saya tidak berubah. Memang sempat beberapa kali tergugah untuk menjadikan penulis sebagai impian saya. Sudah mengazzamkan diri untuk konsen di situ. Tapi beberapa kali pula terhalang oleh bertumpuknya tugas kuliah atau kesibukan di berbagai organisasi. Beberapa kali teman saya memuji, menyemangati dan mendorong saya untuk melanjutkan. Tapi sekaian kali juga mereka meninggalkan & tak acuh.

Saya berada di ayunan ketidakyakinan karena selalu dibawa maju-mundur berulang-ulang. Peris seperti ayunan. Bila semangat berkobar maka akan menulis. Tapi bila kendur benar-benar hilang entah ke mana. Dan biasanya lamaa sekali kembali. Akhirnya, kembali lagi tugas kuliah mematikan itu, mengembalikan saya ke realitas kehidupan.

Hal ini terus berlangsung hingga penghujung semester saya berkuliah. Kadang sempat berpikir 'kenapa harus melanjutkan? Sementara profesi ini tidak begitu menjanjikan dan banyak sekali pesaingnya? Lebih baik fokus kuliah, nanti jika sudah lulus mencari pekerjaan yang baik. Aman, bukan?' Lagipula saya punya skripsi juga yang wajib segera dituntaskan. Saya tidak punya cukup teman atau mentor juga yang terus memotivasi saya setiap hari.

Namun di sisi ini justru saya menemukan perspektif baru. Akhir-akhir ini saya suka sekali menonton video motovasi tentang 'dream'/mimpi di youtube. Wow, sangat menggugah sekali! Berkali saya memutarnya. Mencari jawaban atas ketidakyakinan yang selama ini terus mendera saya.

Timbul satu kesadaran yang begitu menyentak diri saya, bahwa sesungguhnya semua orang besar selalu berawal dari mimpi & pikiran nyeleneh mereka. Tak ada yang luput dari bahan bercandaan, tertawaan, atau cacian. Tak ada yang terlewat dari kegagalan yang bertubi-tubi, jatuh-bangun yang begitu menyedihkan, atau mengalami begitu banyak peristiwa menyakitkan. Mereka hidup bersama mimpi-mimpi mereka. Mereka memeluk mimpi mereka erat, dibawa ke mana-mana dan tidak malu menunjukkannya. Mereka menolak hidup jika tidak mengusahakan mimpi itu jadi kenyataan!

Saya belum pernah mengalami hal seburuk itu, semenyakitkan itu, tapi bahkan sudah menyerah sebelum bertanding?

Dan lagi, orang-orang yang hidup bersama mereka tidak bisa diharapkan untuk bisa terus memotivasi atau mendukung mereka. Justru, orang-orang terdekat seperti orang tua, kerabat, atau bahkan teman dekat. Mereka lah yang berperan paling besar dalam 'membunuh' impian-impian itu!

Jika dikatakan terpengaruh. Ya, saya menjawab dengan jujur saya terprovokasi dengan video-video itu. Tapi menurut saya bukan hal yang buruk bila keyakinan saya kemudian berubah hampir bulat.

'Saya harus menjadi penulis! Itulah impian saya! Dan itulah yang akan saya usahakan dengan segenap kemampuan yang saya miliki!'

Keyakinan itu tidak muncul begitu saja. Dan harus dijaga sepanjang waktu agar tidak redup nyalanya.

Terus bagaimana dengan kuliahmu?

Tetap berjalan sebagaimana mestinya. Menjadi penulis tidak harus mengorbankan banyak hal. Saya tetap ingin melanjutkan skripsi, bahkan ingin lanjut S2 (Insya Allah). Saya tetap akan mencari pekerjaan sebagaimana mestinya. Keren, bukan? Job utama sebagai penulis. Job sampingan sebagai pegawai, mahasiswa S2, pengusaha, atau yang lain sebagainya.

"Kapan akan dikenal banyak orang?"

Hmm, sepertinya saya tidak ingin mengarah ke situ. Menjadi penulis bagi saya adalah mengisi hari-hari dengan menulis, menulis, dan menulis. Ketenaran, buku best seller, dapat honor banyak adalah bonus-bonusnya. Walaupun saya tak menampik jika ketiga hal itu juga yang diharapkan di masa depan (Tulisan tentang ini akan terpisah).

Bagaimana dengan saingan?

Saya menyadari hari ini banyak sekali yang punya pikiran dengan saya. Tidak jadi masalah. Yang terpenting bukan mengalahkan mereka, bukan memenangkan persaingan. Tapi, bagaimana mengalahkan diri saya sendiri untuk selalu belajar setiap hari, jadi lebih baik setiap hari. Mengentaskan rasa malas, writer's block, bosan, dan hal mengganggu lainnya. That's the point..!

Terakhir, saya ingin bilang. Saya sama sekali tidak mengharapkan dukungan dari pembaca. Silahkan terus disupport jika memang berkenan atau dikritik jika ada kesalahan. Saya hanya ingin agar kawan-kawan mendoakan saya agar bisa mencapai impian saya. Sisanya serahkan pada Sang Pengatur Alam Semesta.

Jikapun ajal saya datang lebih cepat. Maka semoga usaha saya tidak sia-sia dan dapat menginspirasi orang lain.

Terima kasih bagi rekan-rekan yang sudah support saya dalam bentuk apapun hingga detik ini..😊 It's meaning a lot for me..!

Mari melanjutkan perjuangan..! ✊✊

Temanggung 7 November 2018

(Di tengah hujan pergantian musim. Proses menyusun naskah 'Dua Sisi Pinisi' di wattpad & mencoba peruntungan dg ikut-ikut lomba kepenulisan. Oiya, dan skripsi. Sarana menajamkan pemahaman keilmuan yg dimiliki)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Untukmu Yang Sedang Berjuang

Malam menyapa Sumbawa untuk kesekian kalinya. Seperti biasa, malam dan jalan Sumbawa adalah dua alasan yang cukup untuk memacu motor di atas 80 km/jam. Namun, niat itu seketika diurungkan karena angin yang seperti menusuk hingga tulang.  Musim kemarau kali ini entah kenapa begitu terasa dingin. Siang yang begitu berkontradiksi dengan datangnya malam yang sangat dingin. Pengaruh angin muson atau apalah, yang pasti di beberapa daerah mengalami kejadian yang sama. Bahkan sampai minus berapa derajat.  Cuaca seperti ini mengingatkan pada rumah. Terletak persis di kaki gunung, Temanggung adalah kuatota yang selalu diselimuti kabut tipis setiap paginya, sedikit sekali disapa matahari, sekaligus juga memiliki air es yang membuat siapapun enggan  untuk mandi pagi.  Hampir setiap pagi, ketika mata masih berusaha menahan kantuk, Bapak sudah siap dengan jaket tebalnya. Jarak tempat kerjanya yang lumayan jauh (satu jam perjalanan) membuatnya harus bersiap-siap sesaat setelah sholat su

Narasi Juang (Bagian I) : "Sayap-Sayap Elang Patah."

Ngapain kuliah? Buang-buang waktu saja.” Kalimat ini terus terbayang hingga pundak dibebankan satu amanah yang berat. ‘Menjadi ketua sebuah organisasi tingkat universitas!’ Baru beberapa semester masuk. Belum tahu apa-apa. Masih buta tentang leadership dam manajemen organisasi. Tapi sudah harus memegang kendali penuh & diberi ekspektasi. Hasilnya ? Sudah dapat ditebak. Tahun-tahun sulit merambah masuk ke kehidupan kampus. Kuliah terbengkalai, tugas dikerjakan waktu deadline semua, organisasi berjalan patah-patah dengan beragam dinamika. Umur organisasi yang baru seumur jagung & ketiadaan mentor membuat saya kebingungan dalam membawanya. Belum lagi loyalitas & integritas anggota yang sangat kurang semakin memperburuk keadaan. Jangan tanya berapa kali merasa kecewa, sakit hati, hingga stres berkepanjangan. Terlalu banyak pengalaman pahit plus getir di sana. Saya yang bela-bela in menerobos panas untuk menghadiri rapat (yang ternyata tidak ada satupun yang dat

Menyapu Pahala

Hari itu Masjid Kauman ramai sekali. Tidak hanya memenuhi masjid sampai pelataran sebagaimana sholat jumat. Jamaah benar-benar membludak bahkan sampai halaman yang luasnya hampir sebesar lapangan sepak bola. Keramaian yang menentramkan. Ibu-ibu menggendong anaknya yang berbusana muslimah sempurna, remaja-reaja berjalan syahdu saling bercanda tawa, bapak-bapak yang beradu temu saling berpelukan. Tidak ada gesekan, tidak ada teriakan-teriakan seperti di pasar, tidak ada kata-kata makian yang keluar. Semuanya berjalan begitu harmonis. Apa sesungguhnya makna beribadah? Apa artinya berislam dalam hidup ini? Apakah harus belajar di pesantren, lalu melanjutkan ke perguruan tinggi di Timur Tengah sana, lantas pulang-pulang jadi ustadz? Mengisi kajian, menjadi imam, melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur'an? Apakah harus masuk organisasi A? Mengikuti setiap pergerakannya? Mentaati segala perintah dan kebijakan yang ada di dalamnya? Pertanyaan-pertanyaan di atas begitu mengusik hati. Fak