Langsung ke konten utama

Mental Komparatif


Seorang mahasiswa tengah semester sebut saja Bedul, mengeluhkan tentang kondisinya saat ini. Ia curhat kepada kawan dekatnya, Sam.
"Sam, gua lagi galau nih."
"Kenapa, Dul?"
"Kemarin kan abis maen di kampusnya temen. Gila, Sam! Keren banget. Beda lah sama kampus kita."
"Oya? Perasaan udah bagus deh kampus kita."
"Bagus apanya. Jauhh, Sam jauh. Kampus dia itu ya. Perpustakaannya gedhee banget. Fasilitasnya lengkap. Ada Lapangan Futsalnya, kolam renang, GOR. Mahasiswa nya juga kece-kece. Keliatan pinter-pinter dan borju. Gua jadi nyesel, deh kuliah di sini."
"........"

---------------------------------------------------------

Tidak dapat dipungkiri. Kita sering melakukan hal yang serupa. Suka membanding-bandingkan. Kalau pun tidak di lisan yaa di dalam hati. Melihat temannya berprestasi, timbul sangsi diri 'kok aku beda ya sama dia', 'kok aku lebih payah ya dari dia'.Melihat temannya banyak teman, timbul rasa dengki.'Ih, keren dia itu ya banyak kenalan, baik lagi. Aku mah apa atuh, pendiem dan  cuek lagi kalau sama orang.

Entah siapa yang mengajarkan. Mental semacam ini serasa sudah masuk dalam alam bawah sadar. Hampir setiap bertemu hal yang dirasa kurang pas pasti akan terjadi.

Balik lagi ke pembahasan awal. Masalah kampus. Ada benarnya juga. Jika dibandingkan kampus lain, kampus kami memang layak untuk tidak disandingkan. Selain karena usianya yang baru seumur jagung, kampus tempat saya belajar memang baru berusaha mencari jati dirinya. So, let's skip thi discussion karena yang akan dibahas di sini bukan kampusnya. Itu bukan wewenang kita untuk berpikir bagaimana sistem yang baik, mengkritik segala kekurangan. Sudah ada orang-orang yang berkompeten di sana (dosen, dsb). Serahkan pada ahlinya. Jangan buang-buang waktu. Oke ?

Pembahasan kali ini terletak pada kita sebagai mahasiswanya. Betapa masalah 'mental komparatif' ini menaungi hampir sebagian besar kita. Yang berpikir jika realita tak sebanding dengan ekspektasi. Alhasil dia jadi malas belajar, merasa inferior dengan semua hal, nggak ada semangat, bahkan sampai keluar dari 'kawah candradimuka' ini. Oke, kita nggak bisa menyalahkan mereka. That's their choice. Mereka pasti punya alasan masing-masing dan berhak atas itu. Hanya saja, semoga tulisan ini dapat menjadi bahan pertimbangan untuk mereka, atau bagi siapapun pembaca yang sedang mengalami nasib serupa.

Awalnya, apa yang dikhawatirkan di atas terjadi juga pada saya. Merasa bahwa kampus saya kurang bagus, dari segala aspek. Saya merasa belajar tanpa ada semangat, dorongan atau motivasi. Belajar ya belajar. Sekedar menggugurkan kewajiban. Setelah berakhir, laporan sudah, praktikum kelar. Selesai. Nggak ada yang ingin dilakukan kemudian. Nilai saya, walaupun berada di range atas, tetap saja tidak membuat saya bahagia. Saya merasa 'kosong'. Sedikit yang bisa dipahami dan benar-benar terserap dalam otak. Saya kesulitan menemukan seseorang untuk diajak diskusi, lingkungan yang kompetitif, atmosif belajar yang padat. Semua itu tidak ada.

Hingga waktu berjalan, menumbuhkan kesadaran yang perlahan-lahan saya pelajari. Juga akibat dari pertemuan dengan mahasiswa berbagai universitas se-Indonesia dan Asia Tenggara. Intinya adalah, its not about some place where you live with, but about what you are!

Mereka, mau yang dari kampus besar atau kampus kecil sama saja. Mau yang dari kampus dengan perpustakaan yang besar atau kecil sama aja. Bukan itu yang dilihat, bro. Tapi orangnya! Bagaimana dia belajar, bagaimana dia menyerap ilmu sepanjang hidupnya. Bagaimana dia punya nilai, marwah, dan kepribadian yang baik. Survive dengan segala kondisi. Tidak mengeluh namun membuat keluhan itu jadi peluang.

Teringat seseorang yang saya jumpai, berasal dari kampus yang tidak diperhitungkan jika dibandingkan dengan jajaran kampus elit negeri ini. Tapi dia memiliki nilai yang luar biasa. Kehadirannya ditunggu-tunggu. Kata-katanya selalu membius dan membuat orang yang mendengarnya terpengaruh dan diam seketika. Pemikirannya jernih dengan wawasan yang luas. Terakhir dapat info bahwa dia menjadikan tempat kos nya sebagai perpustakaan dengan diisi  buku-buku koleksi miliknya semua.

Justru saya melihat segala kekurangan yang ada bisa menjadi peluang yang bila dimanfaatkan akan luar biasa hasilnya. Tak perlu jauh-jauh. Sudah banyak kawan-kawan kita yang berkompeten di suatu bidang karena seringnya mendapat job di kota kita yang belum banyak persaingan. Apakah mereka akan menolak jika kita mengatakan berasal dari kampus A? Saya rasa tidak. Karena yang mereka lihat adalah kemampuan, skill, ability.  Bukan di mana kita berkuliah.

Terakhir, marilah kita berefleksi sejenak. Kurangi salah menyalahkan karena sungguh itu hanya menghabiskan waktu! Kembangkan personal, passion, dan luaskan ilmu pengetahuan. Karena almameter akan dilepas seiring kelulusan yang didapat kelak. Namun dirimu akan tetap hebat dengan ada atau tidaknya almameter yang kau sandang.

So, Stop Compare Others. Just Focus On Yourself!

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

A Fairytale Love (Bagian Kedua)

Di tengah langit Ciburuy yang mendung, dingin menyelimuti sebagian Bandung Barat. Rumah ekstra luas beraksen jadul dengan taman indah di belakangnya. Pot bunga menggantung dan rumput hijau sejauh mata memandang. "Jadi, gimana ceritanya teh?"  Belum beristirahat sejak perjalanan setengah hari Jogja-Bandung, pertanyaan itu terlontar begitu saja. Seperti biasa, sesosok perempuan dengan raut wajah menyenangkan itu tersenyum sebelum menjawab. "Wah, mulai diinterogasi nih.." Balasnya. "Jelass dong. Kan jauh-jauh cuma pengen tau ceritanya..hehe.."  "Yaudah, sok atuh tanya.."  Teteh memang begitu. Hampir selalu mengulum senyum setiap kali melakukan percakapan. Kakak sepupu paling besar itu bisa dibilang yang paling enak diajak ngobrol. Soalnya sepupu-sepupu yang lain masih pada kecil-kecil, jadi gak bakal nyambung deh. Kecuali kalau main lah iya, baru nyambung. "Kapan mulai kenal si doi?"  "5 tahun yang lalu. Dtulu kan ada kepanitiaan rama...

Musuh Mahasiswa

Setiap orang punya musuh. Sama. Mahasiswa juga punya. Entah mahasiswa di daerah lain beranggapan sama atau tidak. Bagi kami. Mahasiswa daerah timur Indonesia. Musuh kami ada dua. Mati lampu dan sinyal internet. Lagi asyik-asyiknya ngerjain tugas a.k.a buka facebook atau youtube . Gadget kami dijejali oleh sebuah hal yang sangat mengerikan! Bukan virus, spam , atau malware berbahaya. Melainkan satu kalimat menyesakkan. 'No Internet Connection" Itu yang pertama. Yang kedua adalah mati listrik. Di daerah kami mati listrik seakan menjadi teman baik. Senantiasa membersamai setiap hari. Setiap satu minggu sekali bisa dipastikan ada masanya semua menjadi gelap. Pet! Kegiatan seperti mengecas hp dan memasak nasi memakai rice cooker menjadi terganggu. Awalnya memang tidak nyaman. Tapi lama-lama menjengkelkan juga. (Lah, apa bedanya? :v) Oke. Cukup. Itu dua hal yang menjadi musuh bersama. Dan saya meyakini satu hal. Tidak akan ada yang bisa berdamai dengan kedua hal itu. Tidak sa...

Hidup bersama Impian

"A dream is a wish your heart makes" - Walt Disney Mimpi adalah hak setiap orang. Semua orang boleh bermimpi. Lagipula, mimpi itu gratis dan tidak perlu mengeluarkan tenaga apapun. Hanya membutuhkan sedikit pemikiran, bahkan bisa yang hanya terlintas sejenak, lalu tulis di selembar tulisan. Selesai. Mimpimu sudah jadi. Sesedarhana itu saja. Banyak orang yang menyangsikan kekuatan sebuah mimpi. Jujur, saya juga mempunyai pikiran yang sama pada mulanya. Memang sih, ada banyak kisah-kisah bagaimana seseorang bisa mencapai mimpinya, banyak juga saya mendengar motivator-motivator, membaca buku-buku tentang hebatnya suatu mimpi. Tapi tetap saja saya tidak langsung percaya begitu saja. Seiring berjalannya waktu, Saya menyadari satu hal. Bermimpi itu sangat gampang, dan alasan kenapa banyak orang tidak melakukannya adalah karena menganggap bahwa mimpi itu kurang penting, mereka lebih percaya kerja keraslah yang dapat menentukan hasil akhir. Menurut saya, kerja keras memang p...