Langsung ke konten utama

Jogja Air Show 2018 : Lets Fly Higher

Sinopsis
Jika berhitung tentang resiko ketidakpastian, 'melayang' di udara adalah yang paling besar bahayanya. Seperti pagi itu, angin berhembus lebih kencang sedikit saja, skydiving yang rencananya akan menghiasi langit Depok Airstrip tidak jadi terjun alias dibatalkan. Penonton tentu kecewa, tapi yang namanya keselamatan tetap menjadi prioritas nomor satu. Bisa bisa nanti para skydiver-nya mendarat di laut kan nggak lucu. Apalagi waktu itu ombak Pantai Selatan sedang besar-besarnya. Bandingkan jika naik bis atau kendaraan darat lainnya. Mau itu angin kencang, hujan badai, gerimis manja, tetap saja jalan.

Ini adalah pengalaman pertama saya lihat Air Show. Sebenernya sama sekali nggak ada rencana, tapi gara-gara beberapa ketidaksengajaan membuat saya ditakdirkan berjodoh ikut acara ini (eh?). Awalnya (cuman) ingin pulang sebentar, tiba-tiba ada Budhe yang jauh-jauh datang dari Bandung hanya untuk lihat acara itu, terketuklah hati keponakan yang baik ini untuk menemani (baca : mumpung dapet gratisan :v). Berangkat lah saya pada akhirnya.

Keberangkatan
Waktu adalah uang. Begitu kata orang. Kalau kata saya, ada waktu berati ada kesempatan buat tidur (note : jangan ditiru, berbahaya :v). Seperti pagi itu, sehabis puas bermandi hujan dari perjalanan Temanggung - Jogja malam tadi. Ingin rasanya berlama-lama di kasur. Padahal waktu itu sudah pagi. Belum sempat memejamkan mata, Budheku yang baru banget datang dari Bandung membangunkan. Mengajak untuk berangkat. Saya kaget. Kok secepat itu? Bukannya baru sampai? Kenapa nggak istirahat dulu? Ternyata budheku itu ngejar waktu. Lagipula acaranya juga dimulai pagi, takut gak keburu. Kami pun berangkat naik Go-Car.

Jogja Air Show : Petjahh..!!
Pantai Depok pagi itu panas. Serius bener-bener panas. Bukan karena rusuh atau apa. Mungkin karena efek udara pesisir yang memang menyengat. Ratusan orang memenuhi lapangan udara Depok Air Strip. Baru beberapa menit sampai, dari atas muncul pengemudi paramotor (entah apa sebutannya) berjajar terbang rendah. Im suprised! Saya melongo melihat warna warni parasut mereka yang memenuhi birunya langit Depok. What a wonderful opening show!

Ternyata itu baru permulaan. Di tengah acara saya dikejutkan oleh MC yang memberi info bahwa akan ada show dari Jupiter Aerobatic Team. Jujur aja im not expected too much about this show. Udah males juga, cuaca semakin panas dan kerongkongan juga kering. Ingin rasanya leyeh-leyeh di tempat teduh atau gak sekalian tiduran. Tapi semua berubah sejak show akan dimulai. Suara serak MC (yang kebetulan cukup jayus ketika itu) berganti dengan lagu Garuda Di Dadaku yang cukup menghentak. Entah kenapa jantung saya kian berpacu. Salah satu personil Jupiter (yang kala itu jadi pemandu) bersemangat menyambut kedatangan rekan-rekannya. Sumpah saat itu semua kepala sibuk toleh sana sini mencari di mana kedatangan satu skuadron pesawat aerobik itu. Impresinya luar biasa banget. Tidak ada suara, tidak ada yang sibuk sendiri. Ratusan orang dg berbagai latar belakang itu benar benar dihantui rasa penasaran yang akut. Seolah tidak memedulikan sengatan matahari. Para pengunjung membanjiri lapangan udara alih-alih berteduh di bawah terop yang sudah disediakan panitia.  Mereka tidak lupa pula membawa kamera DSLR maupun hape seolah tidak mau melewatkan momen langka ini.

Semua pecah ketika raungan suara mesin pesawat bersahutan. Lima pesawat Jupiter Air Team meliuk indah dari barat membentuk formasi segitiga. Jantung saya serasa mau copot saking surprisenya. Berbagai macam atraksi dan manuver dilakukan setelah itu. Saya tidak hafal namanya karena susah dilafalkan sekaligus juga dijelaskan. Tapi yang pasti, ini adalah Air Show yang tidak akan saya lupakan sepanjang hidup saya :v

Setelah itu ada juga dua Pesawat Grob yang lewat membawa orang nomor satu di Yogyakarta, Sri Sultan Hamengkubuwono X dan juga Kapolda DIY. Namun karena sudah lelah berpanas panasan tadi dan juga gak terlalu seru shownya. Saya memilih duduk-duduk di panggung.

Kepulangan
Sebelum pulang, kami makan siang terlebih dahulu. Budhe pagi tadi sempat membeli ikan segar (betul-betul habis dari laut) dan kini saatnya untuk menyantapnya. Tiga ikan bakar sudah  berada didepan siap untuk dihabisi (dimakan maksudnya, hehe). Saran saya jika berkunjung ke tempat ini bawa makanan sendiri. Karena harganya sangat tidak bersahabat (FYi : walaupun saya dibayari tapi saya ikut merasakan penderitaan si budhe lho, baik kan saya..hehe). Jangan tertipu dengan Jogja yang dikenal murah meriah makanannya. Jika berkunjung ke tempat-tempat strategis (terminal, wisata, dll) ya sama saja. Usahakan tanya dulu daripada tekor nanti.

Setelah puas bersantap ria ( yang gratis pastinya :v), tiba giliran kami untuk pulang. Masalahnya adalah, jalan pulang tidak semudah jalan kenangan. Eh,  jalan berangkat maksudnya. Tidak seperti saudaranya (Parangtritis), Pantai Depok susah aksesnya. Grab atau Go Car belum menjangkau kawasan ini. Saya (sebagai guide) merasa deadlock, tidak menemukan solusi. Setelah tanya sana sini akhirnya harus ngojek dulu ke Teriminal Parangtritis, baru nanti dilanjut ngebis ke Giwangan. Ribet sih dan biayanya nambah . Tapi ya apa boleh buat. Kita nggak punya pilihan lain.

Oiya, di sini saya dapat pelajaran berharga. Kalau misal ditanyain sama kondektur jangan bilang tadi habis naik Grab atau Go Car. Soalnya pasti nanti bakal dimahalin ongkosnya (ini pengalaman beneran, and that's my fault. Im sorry for that, Budhe..🙏🙏).

Ending
Oke, tiba di penghujung tulisan. Saya ingin memberi last conclusion.  Dalam hidup terkadang kita membutuhkan suatu hal yang belum pernah kita alami. Jika hidupmu terasa membosankan, terasa 'gitu-gitu' aja. Itu bukan karena dunia yang terlalu datar, melainkan karena dirimu yang nggak mau explore dan berani mencoba hal-hal baru. So, enjoy your day and make it like holiday. Bye-bye..!!

Komentar

  1. Good story,..
    sungguh menakjubkan ilmu dan pengalamanya benar-benar dapet,,
    mantap lah
    Succes Always
    wait for the next story
    #

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Untukmu Yang Sedang Berjuang

Malam menyapa Sumbawa untuk kesekian kalinya. Seperti biasa, malam dan jalan Sumbawa adalah dua alasan yang cukup untuk memacu motor di atas 80 km/jam. Namun, niat itu seketika diurungkan karena angin yang seperti menusuk hingga tulang.  Musim kemarau kali ini entah kenapa begitu terasa dingin. Siang yang begitu berkontradiksi dengan datangnya malam yang sangat dingin. Pengaruh angin muson atau apalah, yang pasti di beberapa daerah mengalami kejadian yang sama. Bahkan sampai minus berapa derajat.  Cuaca seperti ini mengingatkan pada rumah. Terletak persis di kaki gunung, Temanggung adalah kuatota yang selalu diselimuti kabut tipis setiap paginya, sedikit sekali disapa matahari, sekaligus juga memiliki air es yang membuat siapapun enggan  untuk mandi pagi.  Hampir setiap pagi, ketika mata masih berusaha menahan kantuk, Bapak sudah siap dengan jaket tebalnya. Jarak tempat kerjanya yang lumayan jauh (satu jam perjalanan) membuatnya harus bersiap-siap sesaat setelah sholat su

Narasi Juang (Bagian I) : "Sayap-Sayap Elang Patah."

Ngapain kuliah? Buang-buang waktu saja.” Kalimat ini terus terbayang hingga pundak dibebankan satu amanah yang berat. ‘Menjadi ketua sebuah organisasi tingkat universitas!’ Baru beberapa semester masuk. Belum tahu apa-apa. Masih buta tentang leadership dam manajemen organisasi. Tapi sudah harus memegang kendali penuh & diberi ekspektasi. Hasilnya ? Sudah dapat ditebak. Tahun-tahun sulit merambah masuk ke kehidupan kampus. Kuliah terbengkalai, tugas dikerjakan waktu deadline semua, organisasi berjalan patah-patah dengan beragam dinamika. Umur organisasi yang baru seumur jagung & ketiadaan mentor membuat saya kebingungan dalam membawanya. Belum lagi loyalitas & integritas anggota yang sangat kurang semakin memperburuk keadaan. Jangan tanya berapa kali merasa kecewa, sakit hati, hingga stres berkepanjangan. Terlalu banyak pengalaman pahit plus getir di sana. Saya yang bela-bela in menerobos panas untuk menghadiri rapat (yang ternyata tidak ada satupun yang dat

Menyapu Pahala

Hari itu Masjid Kauman ramai sekali. Tidak hanya memenuhi masjid sampai pelataran sebagaimana sholat jumat. Jamaah benar-benar membludak bahkan sampai halaman yang luasnya hampir sebesar lapangan sepak bola. Keramaian yang menentramkan. Ibu-ibu menggendong anaknya yang berbusana muslimah sempurna, remaja-reaja berjalan syahdu saling bercanda tawa, bapak-bapak yang beradu temu saling berpelukan. Tidak ada gesekan, tidak ada teriakan-teriakan seperti di pasar, tidak ada kata-kata makian yang keluar. Semuanya berjalan begitu harmonis. Apa sesungguhnya makna beribadah? Apa artinya berislam dalam hidup ini? Apakah harus belajar di pesantren, lalu melanjutkan ke perguruan tinggi di Timur Tengah sana, lantas pulang-pulang jadi ustadz? Mengisi kajian, menjadi imam, melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur'an? Apakah harus masuk organisasi A? Mengikuti setiap pergerakannya? Mentaati segala perintah dan kebijakan yang ada di dalamnya? Pertanyaan-pertanyaan di atas begitu mengusik hati. Fak