Langsung ke konten utama

Hilang Timbul

Keinginan yang sudah lama kembali muncul ke permukaan. Setelah sekian waktu tenggelam di air dalam, malam ini lagi-lagi setengah badannya terlihat timbul.

Sudah begitu lama pengen study aboard, melanjutkan ke luar negeri. Mimpi dari masa SMA. Seru pasti melihat dunia yang lebih luas, menemukan orang-orang baru, memegang dingin putihnya salju, atau menyaksikan daun yang berguguran di musim kemarau.

Menonton film atau membaca novel sudah cukup menjadi obat rindu. Gambaran tentang rapihnya tata kota, majunya teknologi, intelektualitas orang-orangnya. Wah, bakal menjadi pengalaman tak terlupakan sepanjang hidup.

Di tengah jalan keinginan itu sempat padam. Tidak ramahnya mereka, mahalnya biaya hidup, tidak nyambungnya dengan kebutuhan masyarakat Indonesia (jadi gak bakal guna ilmunya) membuat saya berpikir ulang. Menguburkan pelan-pelan mimpi lama itu.

Malam itu, saya nggak sengaja bertemu kawan SMA yang kuliah di Jerman. Kami bermain game yang sedang viral saat ini, PUBG. Banyak yang kami bicarakan, dan semakin lama mimpi yang dulu redup seolah mendapatkan cahayanya kembali. 

Kuliah di luar negeri tidak hanya soal berbeda tempat belajar, Itu sekaligus tantangan terbesar dalam hidup, bagaimana saya melawan diri saya sendiri untuk dapat mencapainya. 

Prestise, saya berasal dari kampus yang mungkin di Indonesia disebut 'antah-berantah', berkuliah di luar adalah capaian sekaligus sumbangsih yang bisa saya berikan ke mereka, ke alumni-alumninya kelak. 

Milestone baru. Jika saat kuliah saya bisa mencapai luar pulau, maka saya harus bisa meningkatkan diri saya lagi, yaitu keluar negeri. 

Bukan target, bukan capaian, tapi saya akan mengusahakan sampai batas kemampuan saya. Kalaupun Allah tidak mengizinkan, tidak ada yang terbuang cuma-cuma, Karena pasti akan ada hal baik yang datang setelahnya. Selamat bersinar kembali :))

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Untukmu Yang Sedang Berjuang

Malam menyapa Sumbawa untuk kesekian kalinya. Seperti biasa, malam dan jalan Sumbawa adalah dua alasan yang cukup untuk memacu motor di atas 80 km/jam. Namun, niat itu seketika diurungkan karena angin yang seperti menusuk hingga tulang.  Musim kemarau kali ini entah kenapa begitu terasa dingin. Siang yang begitu berkontradiksi dengan datangnya malam yang sangat dingin. Pengaruh angin muson atau apalah, yang pasti di beberapa daerah mengalami kejadian yang sama. Bahkan sampai minus berapa derajat.  Cuaca seperti ini mengingatkan pada rumah. Terletak persis di kaki gunung, Temanggung adalah kuatota yang selalu diselimuti kabut tipis setiap paginya, sedikit sekali disapa matahari, sekaligus juga memiliki air es yang membuat siapapun enggan  untuk mandi pagi.  Hampir setiap pagi, ketika mata masih berusaha menahan kantuk, Bapak sudah siap dengan jaket tebalnya. Jarak tempat kerjanya yang lumayan jauh (satu jam perjalanan) membuatnya harus bersiap-siap sesaat setelah sholat su

Narasi Juang (Bagian I) : "Sayap-Sayap Elang Patah."

Ngapain kuliah? Buang-buang waktu saja.” Kalimat ini terus terbayang hingga pundak dibebankan satu amanah yang berat. ‘Menjadi ketua sebuah organisasi tingkat universitas!’ Baru beberapa semester masuk. Belum tahu apa-apa. Masih buta tentang leadership dam manajemen organisasi. Tapi sudah harus memegang kendali penuh & diberi ekspektasi. Hasilnya ? Sudah dapat ditebak. Tahun-tahun sulit merambah masuk ke kehidupan kampus. Kuliah terbengkalai, tugas dikerjakan waktu deadline semua, organisasi berjalan patah-patah dengan beragam dinamika. Umur organisasi yang baru seumur jagung & ketiadaan mentor membuat saya kebingungan dalam membawanya. Belum lagi loyalitas & integritas anggota yang sangat kurang semakin memperburuk keadaan. Jangan tanya berapa kali merasa kecewa, sakit hati, hingga stres berkepanjangan. Terlalu banyak pengalaman pahit plus getir di sana. Saya yang bela-bela in menerobos panas untuk menghadiri rapat (yang ternyata tidak ada satupun yang dat

Menyapu Pahala

Hari itu Masjid Kauman ramai sekali. Tidak hanya memenuhi masjid sampai pelataran sebagaimana sholat jumat. Jamaah benar-benar membludak bahkan sampai halaman yang luasnya hampir sebesar lapangan sepak bola. Keramaian yang menentramkan. Ibu-ibu menggendong anaknya yang berbusana muslimah sempurna, remaja-reaja berjalan syahdu saling bercanda tawa, bapak-bapak yang beradu temu saling berpelukan. Tidak ada gesekan, tidak ada teriakan-teriakan seperti di pasar, tidak ada kata-kata makian yang keluar. Semuanya berjalan begitu harmonis. Apa sesungguhnya makna beribadah? Apa artinya berislam dalam hidup ini? Apakah harus belajar di pesantren, lalu melanjutkan ke perguruan tinggi di Timur Tengah sana, lantas pulang-pulang jadi ustadz? Mengisi kajian, menjadi imam, melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur'an? Apakah harus masuk organisasi A? Mengikuti setiap pergerakannya? Mentaati segala perintah dan kebijakan yang ada di dalamnya? Pertanyaan-pertanyaan di atas begitu mengusik hati. Fak