Langsung ke konten utama

Susahnya Baca Buku

Terkadang saya suka sedih kepada diri sendiri. Dalam benak sering timbul pertanyaan2 menusuk. Sudah berapa halaman buku yang kamu baca hari ini? Sudah dapet ilmu baru apa saja? Menjadikan kegiatan ini sebagai kebutuhan susah sekali. Pasti ada hal lain mengganggu, apalagi kalau baca buku lama-lama justru timbul rasa kantuk (ini sih emang gara-gara dasar saya yg ngantukan :v).

Masyarakat Indonesia pada umumnya yang saya lihat juga begitu, susah sekali mendapati tingkat minat baca yang tinggi. Bahkan dengar-dengar kabarnya negara kita tercinta menduduki peringkat dua terbawah. Ngeri banget ya!! (Semoga saja kabar itu tidak benar).

Lalu bagaimana cara melihatnya? Sederhana saja. Silahkan pergi ke tempat-tempat yang banyak bulenya (bandara internasional, destinasi internasional,. Jangan pantai atau diskotik ya! Takut salah niat..hehe). Lihat apa yang mereka lakukan saat senggang. Kalau sepenglihatan saya, mereka pasti menenteng buku dan tentu saja membacanya. Nah, hal kecil itu bisa jadi gambaran yg lebih global, kan?

Orang tidak membaca karena dia tidak tahu manfaat apa yg bakal didapat setelah dia selesai membacanya. Seorang akademisi pun (mahasiswa dsb) begitu, kalau tidak ada instruksi/tuntutan tugas maupun ujian rasa-rasanya enggan sekali membuka ratusan lembaran kertas itu.

Banyak juga nyinyiran bermunculan untuk mereka-mereka para kutu buku. Padahal seharusnya sebaliknya, ketika mereka menyelami dunia ilmu dan kamu mencemooh mereka, sama artinya dengan mengejek diri sendiri. Karena sejatinya kamu lebih bodoh dari mereka. Iya apa iya?

Membaca buku bukan untuk jadi sok tau, lalu seenak perut merendahkan yang lain. Membaca buku sama artinya dengan menambah 'nilai' pada dirimu sendiri. Karena apa yang kamu katakan adalah refleksi dari sedalam apa lautan pengetahuanmu.

Sekian. Semoga bermanfaat. Semoga besok-besok semakin banyak orang yang jadi kutu buku, kalo perlu ketombe buku sekalian :v

@wafiqzuhair

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Untukmu Yang Sedang Berjuang

Malam menyapa Sumbawa untuk kesekian kalinya. Seperti biasa, malam dan jalan Sumbawa adalah dua alasan yang cukup untuk memacu motor di atas 80 km/jam. Namun, niat itu seketika diurungkan karena angin yang seperti menusuk hingga tulang.  Musim kemarau kali ini entah kenapa begitu terasa dingin. Siang yang begitu berkontradiksi dengan datangnya malam yang sangat dingin. Pengaruh angin muson atau apalah, yang pasti di beberapa daerah mengalami kejadian yang sama. Bahkan sampai minus berapa derajat.  Cuaca seperti ini mengingatkan pada rumah. Terletak persis di kaki gunung, Temanggung adalah kuatota yang selalu diselimuti kabut tipis setiap paginya, sedikit sekali disapa matahari, sekaligus juga memiliki air es yang membuat siapapun enggan  untuk mandi pagi.  Hampir setiap pagi, ketika mata masih berusaha menahan kantuk, Bapak sudah siap dengan jaket tebalnya. Jarak tempat kerjanya yang lumayan jauh (satu jam perjalanan) membuatnya harus bersiap-siap sesaat setelah sholat su

Narasi Juang (Bagian I) : "Sayap-Sayap Elang Patah."

Ngapain kuliah? Buang-buang waktu saja.” Kalimat ini terus terbayang hingga pundak dibebankan satu amanah yang berat. ‘Menjadi ketua sebuah organisasi tingkat universitas!’ Baru beberapa semester masuk. Belum tahu apa-apa. Masih buta tentang leadership dam manajemen organisasi. Tapi sudah harus memegang kendali penuh & diberi ekspektasi. Hasilnya ? Sudah dapat ditebak. Tahun-tahun sulit merambah masuk ke kehidupan kampus. Kuliah terbengkalai, tugas dikerjakan waktu deadline semua, organisasi berjalan patah-patah dengan beragam dinamika. Umur organisasi yang baru seumur jagung & ketiadaan mentor membuat saya kebingungan dalam membawanya. Belum lagi loyalitas & integritas anggota yang sangat kurang semakin memperburuk keadaan. Jangan tanya berapa kali merasa kecewa, sakit hati, hingga stres berkepanjangan. Terlalu banyak pengalaman pahit plus getir di sana. Saya yang bela-bela in menerobos panas untuk menghadiri rapat (yang ternyata tidak ada satupun yang dat

Menyapu Pahala

Hari itu Masjid Kauman ramai sekali. Tidak hanya memenuhi masjid sampai pelataran sebagaimana sholat jumat. Jamaah benar-benar membludak bahkan sampai halaman yang luasnya hampir sebesar lapangan sepak bola. Keramaian yang menentramkan. Ibu-ibu menggendong anaknya yang berbusana muslimah sempurna, remaja-reaja berjalan syahdu saling bercanda tawa, bapak-bapak yang beradu temu saling berpelukan. Tidak ada gesekan, tidak ada teriakan-teriakan seperti di pasar, tidak ada kata-kata makian yang keluar. Semuanya berjalan begitu harmonis. Apa sesungguhnya makna beribadah? Apa artinya berislam dalam hidup ini? Apakah harus belajar di pesantren, lalu melanjutkan ke perguruan tinggi di Timur Tengah sana, lantas pulang-pulang jadi ustadz? Mengisi kajian, menjadi imam, melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur'an? Apakah harus masuk organisasi A? Mengikuti setiap pergerakannya? Mentaati segala perintah dan kebijakan yang ada di dalamnya? Pertanyaan-pertanyaan di atas begitu mengusik hati. Fak