Langsung ke konten utama

Melawan Kemustahilan I : Artis Tak Dibayar

Kendala yang dialami di seluruh kegiatan yang akan dilakukan hampir sama. Dana.

Tanpa adanya finansial yang kuat maka sebagus apapun konsep yang dibuat jadinya percuma. Sebaliknya, jika dana mencukupi atau bahkan berlebih semuanya akan dapat terkontrol dengan baik.

Mengawali diri untuk masuk ke dalam suatu kegiatan tanpa sepeserpun uang sudah biasa. Apalagi di sumbawa.

Tidak mudah mendapatkan sponsor di kota kecil seperti ini. Bukannya pelit atau miskin, rata-rata kantor di sini adalah cabang yang pusatnya berada jauh di ibukota provinsi sana. Prosedurnya tentu berliku dan butuh waktu yang cukup lama juga.

Di tengah skripsi yang belum kunjung usai saya nekat mengikuti kepanitiaan di satu kegiatan yang skalanya cukup besar. Sumbawa Hijab Festival.

Awalnya saya ragu, tapi entah kenapa keinginan dari hati begitu kuat mendesak.

"Kamu jarang lho bantu-bantu acara dakwah di sini. Kalau bukan sekarang, kapan lagi? Tahun depan udah pergi, kan?"

Begitu bisikan-bisikin yang pada akhirnya membuat saya kalah, memutuskan untuk mendaftar.

Agak aneh sih memang, ini acara yang seharusnya dihandle oleh akhwat (karena memang sangat perempuan sekali). Maka saya pun tidak muluk-muluk. Niatnya mau bantu-bantu saja, entah ditempatkan di mana.

Qodarullah, entah untuk alasan apa saya dipilih sebagai ketua acara. Oke, baiklah. Sepertinya memang harus mengambil tantangan ini.

Perjalanan sebelum acara bagai melihat siput yang berjalan di atas tanah. Lambat sekali jalannya.

Konsep acara sudah dibahas, walau mengalami banyak penolakan di beberapa sisi dan dirubah berulang kali. Masalah mengerucut menjadi dua. Artis dan dana.

Sebagai informasi, kita berangkat dari 'nol'. Tidak ada dana sama sekali. Tidak ada back up dari organisasi manapun. Benar-benar bersih kantong bendaharnya.

Berkali kali rapat bertanya ke bendahara juga tidak ada perubahan, masih di kisaran angka seratus ribuan. Itupun berasal dari kantong pribadi masing-masing panitia (iuran).

Masalah kedua adalah artis. Ya, ekspektasi dari awal kita mendatangkan artis ibukota. Sudah ada linknya juga. Namun ternyata ada kesalahan informasi yang didapat, artisnya ternyata memiliki budget yang sangat besar, hampir mustahil untuk dijangkau.

Permasalahan artis ini hampir merenggut hari-hari saya dan tim. Mencarinya seperti jarum di tumpukan jerami. Susahnya minta ampun.

Seperti yang saya bilang. Jika punya dana berlimpah mungkin tak akan jadi problem berati. Masalahnya adalah, mencari artis yang low budget, ditambah dana akomodasi yang juga seminim mungkin. Bagaimana bisa?

Saya sampai menyimpan banyak sekali kontak manager artis, menanyai mereka satu per satu.

Ada yang tidak merespon, ada yang langsung memberikan info harga yang membuat geleng-geleng kepala, di atas 20 juta. Belum lagi harus membayar tiket pesawat tiga orang (kelas bisnis), hotel minimal bintang 3, dan tuntutan lainnya.

Hal itu mungkin sudah biasa bagi mereka di kegiatan besar, atau membawa nama organisasi ternama. Lha kita?

Hanya kumpulan mahasiswa idealis yang bertumpu pada keyakinan dan mimpi di siang bolong.

Semua kondisi di atas sudah cukup membuat kami pesimis.

Dana belum ada, artis belum dapat, sementara harus segera membuat pamflet dan segala macamnya untuk disebar.

Benar-benar hopeless.

Apalagi, rentang waktu kita tidak banyak. Hanya satu bulan untuk menyiapkan acara sebesar itu dengan dana puluhan juta? Gila sih.

Berlajut ke Melawan Kemustahilan II : Malam Penuh Keajaiban

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hidup bersama Impian

"A dream is a wish your heart makes" - Walt Disney Mimpi adalah hak setiap orang. Semua orang boleh bermimpi. Lagipula, mimpi itu gratis dan tidak perlu mengeluarkan tenaga apapun. Hanya membutuhkan sedikit pemikiran, bahkan bisa yang hanya terlintas sejenak, lalu tulis di selembar tulisan. Selesai. Mimpimu sudah jadi. Sesedarhana itu saja. Banyak orang yang menyangsikan kekuatan sebuah mimpi. Jujur, saya juga mempunyai pikiran yang sama pada mulanya. Memang sih, ada banyak kisah-kisah bagaimana seseorang bisa mencapai mimpinya, banyak juga saya mendengar motivator-motivator, membaca buku-buku tentang hebatnya suatu mimpi. Tapi tetap saja saya tidak langsung percaya begitu saja. Seiring berjalannya waktu, Saya menyadari satu hal. Bermimpi itu sangat gampang, dan alasan kenapa banyak orang tidak melakukannya adalah karena menganggap bahwa mimpi itu kurang penting, mereka lebih percaya kerja keraslah yang dapat menentukan hasil akhir. Menurut saya, kerja keras memang p...

Musuh Mahasiswa

Setiap orang punya musuh. Sama. Mahasiswa juga punya. Entah mahasiswa di daerah lain beranggapan sama atau tidak. Bagi kami. Mahasiswa daerah timur Indonesia. Musuh kami ada dua. Mati lampu dan sinyal internet. Lagi asyik-asyiknya ngerjain tugas a.k.a buka facebook atau youtube . Gadget kami dijejali oleh sebuah hal yang sangat mengerikan! Bukan virus, spam , atau malware berbahaya. Melainkan satu kalimat menyesakkan. 'No Internet Connection" Itu yang pertama. Yang kedua adalah mati listrik. Di daerah kami mati listrik seakan menjadi teman baik. Senantiasa membersamai setiap hari. Setiap satu minggu sekali bisa dipastikan ada masanya semua menjadi gelap. Pet! Kegiatan seperti mengecas hp dan memasak nasi memakai rice cooker menjadi terganggu. Awalnya memang tidak nyaman. Tapi lama-lama menjengkelkan juga. (Lah, apa bedanya? :v) Oke. Cukup. Itu dua hal yang menjadi musuh bersama. Dan saya meyakini satu hal. Tidak akan ada yang bisa berdamai dengan kedua hal itu. Tidak sa...

Seklumit Hikmah dari Bima

Yang namanya musibah memang misterius. Tidak ada orang yang tahu. Seringnya datang dengan tiba-tiba. Tanpa disadari dan tanpa ada yang mempersiapkan dalam menghadapinya. Seperti hari itu, saya mendapat berita bahwa ada kebakaran hebat yang melanda Pulau Bajo yang terletak di Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat. Saya adalah seorang perantau yang tinggal di Kabupaten Sumbawa Besar. Tentu kabar ini sangat mengejutkan bagi saya. Mengingat Sumbawa-Bima berada dalam satu pulau yang sama.Dan saya baru mendapat kabar tersebut beberapa hari setelah peristiwa terjadi. Maka, berangkat dari rasa simpati saya dan beberapa teman dari sebuah lembaga sosial, kami memutuskan untuk mengirimkan bantuan ke sana. Malam itu cuaca tampak bersahabat. Kami mempersiapkan barang-barang pribadi untuk dimasukkan ke dalam bagasi mobil. Walaupun berada dalam pulau yang sama, jarak antara Sumbawa dan Bima tidak bisa dikatakan dekat. Perlu setidaknya 8 jam untuk mencapai Kota Bima. Maka dari itu, sengaja kami memil...