Yang namanya musibah memang misterius. Tidak ada orang yang tahu. Seringnya datang dengan tiba-tiba. Tanpa disadari dan tanpa ada yang mempersiapkan dalam menghadapinya. Seperti hari itu, saya mendapat berita bahwa ada kebakaran hebat yang melanda Pulau Bajo yang terletak di Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat. Saya adalah seorang perantau yang tinggal di Kabupaten Sumbawa Besar. Tentu kabar ini sangat mengejutkan bagi saya. Mengingat Sumbawa-Bima berada dalam satu pulau yang sama.Dan saya baru mendapat kabar tersebut beberapa hari setelah peristiwa terjadi. Maka, berangkat dari rasa simpati saya dan beberapa teman dari sebuah lembaga sosial, kami memutuskan untuk mengirimkan bantuan ke sana.
Malam itu cuaca tampak bersahabat. Kami mempersiapkan barang-barang pribadi untuk dimasukkan ke dalam bagasi mobil. Walaupun berada dalam pulau yang sama, jarak antara Sumbawa dan Bima tidak bisa dikatakan dekat. Perlu setidaknya 8 jam untuk mencapai Kota Bima. Maka dari itu, sengaja kami memilih perjalanan malam. Selain terhindar dari sengatan sinar matahari di Pulau Sumbawa yang terkenal panas. Perjalanan malam juga dapat mengurangi lelah yang kami rasakan daripada melakukan perjalanan di siang hari. Untuk mengatasi rasa lapar. Tak lupa kami mampir terlebih dahulu untuk membeli makanan ringan dan air mineral.
Tak seperti di Jawa yang sepanjang perjalanan kita bisa menemukan rumah-rumah yang berjejalan. Di Pulau Sumbawa yang kami dapati adalah perbukitan dan hutan yang masih perawan. Kadang saya merasa ngeri sendiri, apalagi jalanan yang sangat sepi tanpa ada satupun kendaraan yang melintas di sekitar kami. Meski demikian, saya menikmati perjalanan ini karena ada teman untuk mengobrol dan ada pula makanan ringan yang setia menemani.
Pukul 07.00 kami sampai di Bima. Sebelum menuju lokasi kami terebih dulu membeli barang yang akan kami berikan kepada penunduk Pulau Bajo nantinya. Setidaknya ada puluhan kompor, makanan ringan, peralatan masak, dan lain-lainnya. Saya pikir perjalanan kami tinggal sedikit lagi. Tapi ternyata tidak. Karena letaknya di bagian paling ujung Kabupaten Bima, sekaligus juga paling ujung Pulau Sumbawa. Kami masih harus meakukan perjalanan sekitar 5 jam lagi. Dan, jalan yang kami lewati lebih ekstrem lagi. Melewati tebing-tebing curam, tikungan-tikungan tajam, dan tanjakan-tanjakan yang cukup memacu adrenalin kami.
Sore hari kami sampai di Pelabuhan Bajo. Tinggal menaiki perahu kecil untuk mencapai Pulau Bajo, lokasi yang menjadi tujuan kami. Ketika sampai di pelabuhan. Saya menyadari sesuatu, pulau bajo memiliki keindahan yang sangat sayang untuk dilewatkan. Saya memang belum sampai ke sana. Tapi pemandangan sepanjang perjalanan seolah menjelaskan banyak hal.
“Saya biasa mengantarkan turis ke Pulau Larantuka di NTT sana.” Katanya ketika saya bertanya sejauh mana dia pernah berlayar.
“Berapa hari?”
“3 hari 2 malam.” Jawabnya dengan tetap menatap saya dingin. Seolah menunjukkan kedua matanya yang tajam khas seorang pelaut sejati. Itu pertemuan saya dengan Fakhrul, seorang remaja putus sekolah yang akan menjadi guide kami selama tiga hari di sini.
Indahnya Berbagi
Ada perasaan yang tidak bisa dijelaskan ketika barang yang
akan kami berikan sudah sampai di tangan orang yang membutuhkan. Seolah senyum
mereka adalah senyum kita juga. Seolah kebahagiaan mereka juga dapat kita
rasakan.
Selain dari lembaga
sosial yang kami wakili. Ternyata ada banyak juga mengirimkan bantuan seperti
kami. Mereka bahkan datang dari Jakarta, Jawa, dan daerah-daerah yang lebih
jauh dari kami. Di antara zaman yang sudah kian edan ini, ternyata masih banyak
orang-orang yang memiliki jiwa sosial, masih banyak orang-orang yang mau
sejenak meluangkan waktunya untuk membantu saudara-saudaranya yang membutuhkan.
Anak-Anak yang Kuat
Salah satu yang paling merasakan dampak dari kebakaran adalah anak-anak. Mereka kehilangan rumah, mainan, buku pelajaran, dan sekolah. Namun, ada dua hal yang tidak hilang dari mereka. Yaitu tempat bermain dan semangat hidup. Di antara puing-puing bekas kebakaran, anak-anak ini tetap bermain bersama kawan-kawan mereka, bahkan ketika kami ajak untuk melakukan trauma healing, mereka langsung antusias dan memanggil teman-temannya yang lain.
Antusiasme anak-anak ketika
trauma healing
Seklumit Hikmah dari Bima
Seperti yang saya sampaikan di awal tadi. Musibah itu sifatnya
misterius, kita tidak pernah tahu kapan, siapa dan di mana Tuhan akan menguji
hamba-Nya. Bisa jadi kita selanjutnya. Maka, alangkah indahnya ketika musibah
itu datang, kitalah yang pertama kali membantu. Tidak harus dengan harta. Bisa dengan tenaga ataupun dengan yang lainnya.
Dari
perjalanan ke Bima saya belajar. Bahwa selelah apapun tubuh kita,
sejauh dan sesulit apapun sebuah perjalanan. Jika niatnya baik, jika
niatnya ditujukkan untuk membantu sesama. Maka lelah itu seketika akan
hilang, capek itu otomatis akan terbang. Berganti dengan kepuasan dan
kebahagiaan. Karena menolong sesama tidak akan menjadikan kita
kekurangan, justru sebaliknya. Ada banyak hal yang kita dapatkan. Sangat
banyak. Jika tidak percaya. Silahkan coba sendiri :)
Hai Wafiq,
BalasHapusSelamat yaa, tulisan ini terpilih sebagai pemenang #GiveAwayPeduliKasih :)
Silakan baca di sini http://www.tamankata.web.id/2016/03/pengumuman-pemenang-give-away-peduli.html
Maaf banget mbak Dewi Sulistiawaty, baru tahu infonya. Apakah masih bisa diambil giveawaynya. Sebelumnya terima kasih :)
BalasHapus