Sebentar lagi berbagai daerah di Indonesia akan kedatangan tamu spesial. Yaitu munculnya Gerhana Matahari Total yang melintasi 11 provinsi pada tanggal 9 Maret mendatang. Momen ini tentu sangat sayang untuk dilewatkan. Karena setelah tahun 2016, baru pada tahun 2023 lagi kita bisa menyaksikannya kembali.
Apalagi di berbagai daerah seperti Belitung fenomena langka ini dijadikan momen untuk mendongkrak pariwisata mereka. Bisa dipastikan masyarakat baik dalam maupun luar negeri akan berbondong-bondong ke sana untuk menyaksikannya.
Namun, sebagian besar masyarakat di Indonesia masih beranggapan bahwa melihat gerhana matahari dapat menyebabkan kebutaan pada mata. Mitos itu berkembang dari zaman nenek moyang dulu hingga sekarang. Sebagai masyarakat modern, tentu kita tidak mempercayai informasi tersebut tanpa didasarkan oleh penelitian ilmiah yang dilakukan oleh para ahli.
Nah, yang menjadi pertanyaan adalah. Apakah GMT dapat benar-benar dapat membuat mata buta atau hanya mitos belaka? Berikut penjelasannya.
Sinar Tidak Tampak
Bekerja seperti diafragma pada kamera. Pupil manusia dapat melebar atau menyempit tergantung dari jumlah cahaya yang memasuki mata.Dalam kondisi gelap, diameter pupil akan membesar hingga 8 mm untuk mengumpulkan cahaya yang cukup. Sedangkan dalam kondisi terang, diameternya menyusut hingga 2mm, bahkan jika dalam keadaan silau bisa sampai 1,5 mm.
Dalam kasus gerhana matahari. Syaraf kita seolah melihat kegelapan di langit. Sehingga membuat pupil kita terbuka selebar-lebarnya untuk menerima cahaya sebanyak-banyaknya. Padahal, dengan ukuran matahari yang sangat besar. Ada sejumlah cahaya 'tidak nampak' yang ikut menembus mata kita. Cahaya-cahaya tersebut tidak bisa dideteksi oleh mata.
Masalahnya adalah. Dari sejumlah cahaya yang 'tidak nampak' tersebut. Ada beberapa yang sangat berbahaya bagi kesehatan mata. Seperti sinar UV yang dapat merusak sel mata dan sinar inframerah yang bisa "memanggang" (fotokoagulasi) sl batang dan kerucut.
Fase-Fase dalam GMT
Dalam setiap Gerhana Matahari Total yang muncul. Selalu ada fase-fase di dalamnya. Seperti fase cincin, sabit, dan sebagian. Dari kesekian fase-fase yang ada. Gerhana matahari total adalah satu-satunya jenis gerhana yang mana mata boleh memandang langsung ke gerhana matahari. Dalam fase ini, sinar matahari benar-benar tertutup oleh bulan (100 %). Namun periode ini sangat singkat dan jarang sekali terjadi. Umumnya, yang terjadi adalah fase gerhana matahari cincin, sabit, atau setengah.
Yang paling berbahaya adalah ketika menatap langsung gerhana matahari di fase setengah atau cincin. Karena menurut Prof B. Ralph Chou, seorang pakar gerhana dari Universitas Waterloo, Kanada. Meskipun dalam fase itu 99 % cahaya matari terlindung oleh bulan. Namun tetap ada cahaya-cahaya yang tidak nampak yang dapat membahayakan mata seperti penjelasan di atas tadi.
Kesimpulan
Dari penjelasan di atas tadi. Kita dapat menyimpulkan bahwa bahaya matahari tergantung dari fase mana yang terjadi. Fase yang paling aman adalah fase gerhana matahari total. Sedangkan yang paling berbahaya adalah fase cincin dan sebagian
Kita patut bersyukur karena menurut Prof B. Ralph Chou lagi. Gerhana matahari yang terjadi di Indonesia pada Maret mendatang adalah gerhana matahari total. Sehingga sangat aman untuk dilihat langsung oleh mata.
Meskipun begitu. Alangkah lebih baiknya apabila kita tetap memakai pelindung berupa kacamata atau yang lainnya untuk melihatnya secara langsung. Karena memang periode total tersebut terjadi dalam waktu yang sangat singkat dan tidak akan terjadi sebelum melewati fase sabit, cincin, dan sebagian.
Demikian penjelasan dari saya. Semoga dapat bermanfaat bagi pembaca semua. Terima kasih :)
sumber : jejamo.com
sumber gambar : tekno.tempo.co, bataranews.com, news.liputan6.com
Komentar
Posting Komentar