Langsung ke konten utama

Negeri Di Tepi Jurang

Oke, sengaja saya lanjutkan di sini dengan berbagai pertimbangan.

Bilang aja biar blognya banyak pengunjung :)

Itu juga sih. Hehe. Tapi selain itu, menulis di blog bisa lebih lepas dan bebas. Nggak terbebani dengan space tulisan yang terbatas (di instastory) karena pembahasan kali ini mungkin agak sensitif dan berat.

Oke, kita lanjut ya..

Jadi, ceritanya saya mendapat kesempatan magang di Yayasan Lembaga Perlindungan Anak (YLPA) Yogyakarta. YLPA itu bukan milik pemerintah. Tapi dalam kerjanya banyak dibantu KEMENSOS dan pemerintah daerah. Udah cukup terkenal lah. Walaupun di Jogja banyak lembaga semacam ini tapi YLPA selalu jadi yang terdepan dalam menyelesaikan berbagai macam kasus. Hampir setiap bulan ada kasus baru.

Baru beberapa hari masuk, saya sudah diminta melakukan pendampingan ABH (Anak Berhadapan Hukum) di salah satu lembaga sosial. ABH itu anak-anak dan remaja yang sedang menunggu proses hukum/persidangan. Hati saya dag-dig-dug ser menunggu. Mereka bukan anak sembarangan, tentu kasusnya pun bukan sekedar 'berbohong' atau memecahkan kaca jendela tetangga.

Dia datang. Memasuki ruang sidang dengan tenang.

Wajah anak itu sedingin es. Tidak ada senyuman di sana. Kepala plontos nya menandakan jika dia sedang direhabilitasi. Beberapa detik kemudian sudah duduk di samping saya. Ada sedikit kekhawatiran. Benarkah anak sekecil ini melakukan kejahatan?

Sebut saja namanya Akbar. Kelas 1 SMP, tapi sudah putus sekolah karena tidak naik kelas dua kali. Akbar sangat pendiam. Berkali-kali saya harus memutar otak mencari pertanyaan paling sederhana agar dia bisa menjawab. Pandangannya kosong, entah apa yang sedang dia pikirkan. Akbar tidak ekspresif sama sekali. Wajahnya tetap dingin. Entah dia sedang sedih, bahagia, atau kenapa.

"Pasal 365. Perampasan dan penganiayaan.." Jawabnya singkat ketika saya bertanya kasus apa yang menimpanya. Sembilan kali dia melakukannya, bersama orang-orang yang berbeda. Orang bermotor sasaran mereka. Semuanya laki-laki yang menjadi korban. Akbar biasanya memakai celurit guna melancarkan aksinya. Di antara 9 TKP itu, baru 3 yang terlacak. Masih ada 6 lagi dan itu yang membuat persidangan belum akan berlangsung sebelum ketemu semua.

Bapak Akbar adalah kuli bangunan, sementara ibunya Ibu Rumah Tangga biasa. Akbar sering nongkrong-nongkrong  diajak kakak perempuannya. Mereka berdua bertato dan sering minum (mabuk). Akbar sering dipukul bapak dan mas nya setiap kali ketahuan minum. Tapi tetap saja besoknya dia akan melakukannya lagi.

Semua jawaban itu dia jawab dengan datar  tanpa rasa bersalah. Seolah-olah hanya kasus sepele. "Biasa wae sih mas (biasa saja kok mas)" Begitu perasaannya setelah melakukan semua hal di atas. Juga ketika dipukuli gara-gara minum minuman keras. Tidak ada rasa jera, tidak ada rasa bersalah.

Akbar hanyalah satu dari sekian banyak anak ABH yang lain. Di tempat magang, hampir setiap hari kuping saya panas mendengar cerita-cerita kasus yang begitu mengerikan. Ada seorang guru ngaji yang mencabuli 5 anak didiknya. Sambil mengajar ngaji tangan kirinya (maaf) memegang alat vital korban. Kakek mencabuli cucunya. Ibunya yang tidak terima kemudian meminta ruko & rumah sebagai ganti rugi (menjadikan anak sebagai alat), dan masih banyak kasus-kasus lainnya.

Sayangnya, masyarakat awam masih banyak yang belum paham masalah ini. Mereka justru seakan 'memuluskan' jalan anak-anaknya. Membayar uang tebusan agar anak tidak jadi bersalah. Oke mungkin karena mereka sayang kepada mereka tidak mau anaknya dijebloskan ke dalam penjara. Tapi ternyata, anak-anak yang diversi (istilah untuk penangguhan penahanan) kebanyakan akan melakukan hal (kejahatan) yang sama lagi.

Sekali lagi, ini adalah tanggung jawab kita bersama. Sebagai orangtua, guru (pendidik), teman, sahabat, mahasiswa, masyarakat, pekerja sosial, pemerintah. Semua unsur harus bersatu, jika memang tidak menginginkan moral pemuda Indonesia benar-benar tergelincir ke jurang kenistaan. Karena sekarang sudah di tepinya. Sekali dorongan habis semua.

Yogyakarta, 11 Oktober 2018

Balai Perlindungan dan Rehabilitasi Sosial Remaja (BPRSR) Provinsi DIY.

"..Jangan kaget apabila mendapat berita yang menurut kalian begitu tidak masuk dinalar. Jika bertemu orang-orang seperti Akbar, sayangi mereka. Jangan dijauhi, mereka perhatian. Karena setelah mereka diwawancara, rata-rata hampir sama dasar masalahnya. TIDAK PERNAH MENCERITAKAN MASALAH DENGAN SIAPAPUN. MEMILIH DIAM DAN MENYIMPANNYA SENDIRI. Yuk, sayangi dirimu dari sekarang :)).."

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hidup bersama Impian

"A dream is a wish your heart makes" - Walt Disney Mimpi adalah hak setiap orang. Semua orang boleh bermimpi. Lagipula, mimpi itu gratis dan tidak perlu mengeluarkan tenaga apapun. Hanya membutuhkan sedikit pemikiran, bahkan bisa yang hanya terlintas sejenak, lalu tulis di selembar tulisan. Selesai. Mimpimu sudah jadi. Sesedarhana itu saja. Banyak orang yang menyangsikan kekuatan sebuah mimpi. Jujur, saya juga mempunyai pikiran yang sama pada mulanya. Memang sih, ada banyak kisah-kisah bagaimana seseorang bisa mencapai mimpinya, banyak juga saya mendengar motivator-motivator, membaca buku-buku tentang hebatnya suatu mimpi. Tapi tetap saja saya tidak langsung percaya begitu saja. Seiring berjalannya waktu, Saya menyadari satu hal. Bermimpi itu sangat gampang, dan alasan kenapa banyak orang tidak melakukannya adalah karena menganggap bahwa mimpi itu kurang penting, mereka lebih percaya kerja keraslah yang dapat menentukan hasil akhir. Menurut saya, kerja keras memang p...

Musuh Mahasiswa

Setiap orang punya musuh. Sama. Mahasiswa juga punya. Entah mahasiswa di daerah lain beranggapan sama atau tidak. Bagi kami. Mahasiswa daerah timur Indonesia. Musuh kami ada dua. Mati lampu dan sinyal internet. Lagi asyik-asyiknya ngerjain tugas a.k.a buka facebook atau youtube . Gadget kami dijejali oleh sebuah hal yang sangat mengerikan! Bukan virus, spam , atau malware berbahaya. Melainkan satu kalimat menyesakkan. 'No Internet Connection" Itu yang pertama. Yang kedua adalah mati listrik. Di daerah kami mati listrik seakan menjadi teman baik. Senantiasa membersamai setiap hari. Setiap satu minggu sekali bisa dipastikan ada masanya semua menjadi gelap. Pet! Kegiatan seperti mengecas hp dan memasak nasi memakai rice cooker menjadi terganggu. Awalnya memang tidak nyaman. Tapi lama-lama menjengkelkan juga. (Lah, apa bedanya? :v) Oke. Cukup. Itu dua hal yang menjadi musuh bersama. Dan saya meyakini satu hal. Tidak akan ada yang bisa berdamai dengan kedua hal itu. Tidak sa...

Seklumit Hikmah dari Bima

Yang namanya musibah memang misterius. Tidak ada orang yang tahu. Seringnya datang dengan tiba-tiba. Tanpa disadari dan tanpa ada yang mempersiapkan dalam menghadapinya. Seperti hari itu, saya mendapat berita bahwa ada kebakaran hebat yang melanda Pulau Bajo yang terletak di Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat. Saya adalah seorang perantau yang tinggal di Kabupaten Sumbawa Besar. Tentu kabar ini sangat mengejutkan bagi saya. Mengingat Sumbawa-Bima berada dalam satu pulau yang sama.Dan saya baru mendapat kabar tersebut beberapa hari setelah peristiwa terjadi. Maka, berangkat dari rasa simpati saya dan beberapa teman dari sebuah lembaga sosial, kami memutuskan untuk mengirimkan bantuan ke sana. Malam itu cuaca tampak bersahabat. Kami mempersiapkan barang-barang pribadi untuk dimasukkan ke dalam bagasi mobil. Walaupun berada dalam pulau yang sama, jarak antara Sumbawa dan Bima tidak bisa dikatakan dekat. Perlu setidaknya 8 jam untuk mencapai Kota Bima. Maka dari itu, sengaja kami memil...